BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Bahasa merupakan salah satu parameter dalam
perkembangan anak. Kemampuan bahasa dan bicara melibatkan perkembangan
kognitif, sensorimotor, psikologis, emosi dan lingkungan sekitar anak.
Kemampuan bahasa pada umumnya dapat dibedakan atas kemampuan reseptif dan
produktif dan kemampuan ekspresif.
Gangguan bahasa dan bicara adalah salah satu
penyebab gangguan perkembangan yang paling sering ditemukan pada anak.
Keterlambatan bicara adalah keluhan utama yang sering dicemaskan dan dikeluhkan
orang tua dan gejala ini pula merupakan masalah dalam proses pembelajaran di
kelas.
Gangguan berbahasa dan berbicara harus menjadi
prioritas bagi orang tua secara dini agar penyebabnya dapat segera dicari,
sehingga pengobatan dan pemulihannya dapat diberikan sesegera mungkin karena
akan sangat mempengaruhi perkembangan anak di masa depan. Gangguan dalam
perkembangan bahasa dan artikulasi, selain menyebabkan hambatan dalam bidang
akademik, akan menyebabkan pula hambatan dalam bidang hubungan sosial, yang
kemudian dapat menimbulkan berbagai macam tingkah laku, seperti membolos, minat
belajar kurang, dan berbagai macam tingkah laku antisosial. Tidak jarang
kepribadian anak ikut terpengaruh misalnya anak mulai merasa rendah diri atau
minder dan sering cemas menghadapi lingkungannya.
Di Indonesia masalah keterlambatan perkembangan
masih sangat banyak padahal program peningkatan kualitas anak di Indonesia
menjadi salah satu prioritas pemerintah. Sampai saat ini belum ada data pasti mengenai
jumlah anak Indonesia yang mengalami keterlambatan perkembangan. Alisjahbana (dalam
Handayani, 2012: 3) menyatakan bahwa anak Indonesia yang kurang dari dua tahun,
6,5% mengalami keterlambatan perkembangan bahasa. Sementara Hartanto (dalam
Handayani, 2012: 2) menerangkan selama tahun 2007 di poliklinik tumbuh kembang
anak RS Dr. Kariadi Semarang didapatkan 22,9% dari 436 kunjungan baru datang
dengan keluhan terlambat bicara, 13 (2,98%) di antaranya didapatkan gangguan perkembangan
bahasa. Apabila masalah tersebut tidak segera ditangani, maka anak tersebut akan
mengalami ganggguan dalam berkomunikasi dengan keluarga, dan orang lain
disekitar lingkungannya.
B. Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan
masalah yang diajukan sebagai berikut:
1.
Apa
hakikat perkembangan bahasa dan bicara?
2.
Bagaimana
proses dasar bicara?
3.
Apa
saja tahapan perkembangan kemampuan bicara dan tindakan yang dapat dilakukan
orangtua?
4.
Apa
saja faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan bahasa dan bicara?
5.
Apa
hakikat gangguan bahasa dan bicara?
6.
Apa
saja faktor-faktor yang mempengaruhi keterlambatan bicara?
7.
Bagaimana
cara mengidentifikasi anak dengan gangguan keterlambatan bicara?
8.
Apa
saja jenis-jenis gangguan keterlambatan bicara?
9.
Bagaimana
merangsang kemampuan bahasa dan bicara anak?
10. Bagaimana implikasi gangguan keterlambatan bahasa dan bicara dalam proses pembelajaran
di kelas?
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan
dari penulisan makalah ini sebagai berikut:
1.
Untuk
mengetahui hakikat perkembangan bahasa dan bicara
2.
Untuk
mengetahui proses dasar bicara
3.
Untuk
mengetahui tahapan perkembangan kemampuan bicara dan tindakan yang dapat
dilakukan orangtua
4.
Untuk
mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan bicara
5.
Untuk
mengetahui hakikat gangguan bahasa dan bicara
6.
Untuk
mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi keterlambatan bicara
7.
Untuk
mengetahui cara mengidentifikasi anak dengan gangguan keterlambatan bicara
8.
Untuk
mengetahui jenis-jenis gangguan keterlambatan bicara
9.
Untuk
mengetahui merangsang kemampuan bahasa dan bicara anak
10. Untuk mengetahui implikasi gangguan
keterlambatan bicara dalam proses pembelajaran di kelas
BAB II
PEMBAHASAN
A. PERKEMBANGAN
BAHASA DAN BICARA
1. Hakikat
Perkembangan Bahasa dan bicara
Perkembangan dapat didefinisikan sebagai deretan progresif dari
perubahan yang teratur dan koheren (Hurlock, 1980: 2). Bahasa merupakan salah
satu parameter dalam perkembangan anak. Kemampuan berbahasa dan berbicara
melibatkan perkembangan kognitif, sensorimotor, psikologis, emosi dan
lingkungan sekitar anak. Kemampuan bahasa pada umumnya dapat dibedakan atas
kemampuan reseptif dan produktif (mendengar dan memahami) dan kemampuan
ekspresif (berbicara/menulis). Menurut Caplan dalam tulisan Kusmana (2012: 69)
yang berjudul “Perilaku Bahasa Menyimpang
pada Peserta Didik” menyatakan bahwa kemampuan
berbicara lebih dapat dinilai dari kemampuan lainnya sehingga pembahasan
mengenai kemampuan bahasa lebih sering dikaitkan dengan kemampuan berbicara.
Perkembangan keterampilan bahasa bertujuan agar anak mampu
berkomunikasi secara lisan dengan lingkungan. Salah satu keterampilan berbahasa
yang harus dimiliki oleh setiap anak adalah keterampilan berbicara. Tarigan
(2008: 16) menyatakan bahwa berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi
artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, atau menyampaikan
gagasan dan perasaan. Menurut Hurlock (1980: 114), keterampilan berbicara anak
harus didukung dengan perbendaharaan kata atau kosakata yang sesuai dengan tingkat
perkembangan bahasa. Belajar berbicara pada anak usia dini dapat digunakan
sebagai sosialisasi dalam berteman dan melatih kemandirian anak. Semakin sering
anak berhubungan dengan orang lain maka semakin besar dorongan untuk berbicara.
2. Proses
Dasar Bicara
Subyantoro
(2012: 69) menyatakan bahwa bicara adalah hasil dari empat proses dasar yang
terjadi pada tubuh seseorang. Hal tersebut dapat dilihat pada skema proses
berikut.
Skema
2.1
Skema
Proses Dasar Bicara
a. Respirasi
Proses respirasi
merupakan sumber tenaga ketika seseorang berbicara. Selama berbicara, terjadi
tarikan nafas yang cepat dalam durasi yang tinggi. Banyaknya kata atau kalimat
yang bisa diucapkan oleh seorang pembicara akan bergantung kepada kemampuannya
dalam mengendalikan nafas, terutama nafas yang dikeluarkan.
b. Fonasi
Fonasi terjadi
di dalam tubuh manusia dimana udara yang dikeluarkan melewati dan menggetarkan
pita suara. Hasilnya adalah keluarnya suara manusia.
c. Resonansi
Resonansi
terjadi ketika gelombang udara dari proses respirasi dan fonasi keluar,
gelombang suara yang dihasilkan akan melewati beberapa ruangan resonator.
Selain itu, pemberian warna pada suara juga tejadi dalam proses ini sehingga
suara satu orang dengan yang orang lainnya akan berbeda. Rongga laring, faring,
mulut, dan hidung akan membuat semacam bentuk yang harus dilewati oleh
gelombang suara untuk mengucapkan atau mengeluarkan bunyi-bunyi tertentu yang
diinginkan.
d. Artikulasi
Artikulasi
adalah proses dimana suara yang dihasilkan oleh fonasi dan resonansi
dilanjutkan oleh beberapa gerakan khusus mandibula, bibir, lidah, dan palatum
lunak dalam struktur tertentu. Gerakan ini akan membentuk gelombang suara
menjadi vokal dan konsonan yang merupakan unsur penting dalam berbicara.
3. Tahapan
Perkembangan Kemampuan Bicara dan Tindakan yang Dapat Dilakukan Orangtua
Menurut Stoppard (dalam Subyantoro,
2012: 65) tahapan perkembangan kemampuan bahasa dan bicara dapat dibagi sebagai
berikut:
a. 0
– 8 minggu
Perkembangan
kemampuan bahasa dan bicara
Pada masa awal,
seorang bayi akan mendengarkan dan mencoba mengikuti suara yang didengarnya.
Sebenarnya tidak hanya itu, sejak lahir ia sudah belajar mengamati dan
mengikuti gerak tubuh serta ekspresi wajah orang yang dilihatnya dari jarak
tertentu. Meskipun masih bayi, seorang anak akan mampu memahami dan merasakan
adanya komunikasi 2 arah dengan memberikan respon lewat gerak tubuh dan suara.
Sejak 2 minggu pertama, ia sudah mulai terlibat dengan percakapan dan pada
minggu ke-6 ia akan mengenali suara sang ibu dimana pada usia 8 minggu, ia
mulai mampu memberikan respon terhadap suara yang dikenalnya.
Tindakan
yang dapat dilakukan orang tua
1)
Semakin dini orang tua menstimulasi anaknya dengan cara
mengajaknya bercakap-cakap dan menunjukkan sikap yang mendorong munculnya
respon dari si anak, maka sang anak akan semakin dini pula tertarik untuk
belajar bicara. Tidak hanya itu, kualitas percakapan dan bicaranya juga akan
lebih baik. Jadi akan lebih baik jika orang tua terus mengajak anaknya
bercakap-cakap sejak hari pertama kelahirannya.
2)
Menjalin komunikasi dengan dihiasi oleh senyuman,
pelukan, dan perhatian. Dengan demikian anak akan termotivasi untuk berusaha
memberikan responnya.
3)
Selalu menunjukkan kasih sayang melalui peluk-cium dan kehangatan yang bisa dirasakan
melalui intonasi suara. Dengan demikian, terjalin ikatan emosional yang erat
antara orangtua dengan anak sekaligus membesarkan hatinya.
4)
Melakukan kontak mata secara intensif karena dari
pandangan mata tersebutlah anak bisa merasakan perhatian, kasih sayang, cinta
dan pengertian.
5)
Apabila anak menangis, hendaknya segera menenangkannya. Selama
ini banyak beredar pandangan keliru, bahwa jika bayi menangis sebaiknya
didiamkan saja supaya nantinya tidak manja dan bau tangan. Padahal satu-satunya
cara seorang bayi baru lahir untuk mengkomunikasikan keinginan dan kebutuhannya
adalah melalui tangisan, jika tangisannya tidak di pedulikan, lama-lama ia akan
frustasi karena kebutuhanya terabaiakan.
b.
8 – 24 minggu
Perkembangan
kemampuan bahasa dan bicara
Tidak harus setelah seorang bayi tersenyum,
ia mulai belajar mengekspresikan dirinya melalui suara-suara yang sangat lucu
dan sederhana, seperti “eh” ”ah” “oh” dan tidak lama kemudian ia akan mulai
mengucapkan konsonan seperti “m” “p” “b” adn “j”. Pada usia 12 minggu, seorang
bayi sudah muali terlibat pada percakapan “tunggal” dengan menyuarakan “gaga”
dan pada usia 16 minggu, ia makin mampu mengeluarkan suara seperti tertawa atau
teriakan riang. Pada usia 24 minggu, seorang bayi akan mulai bisa menyuarakan
“ma” “ka” “da” dan sejenisnya.
Sebenarnya banyak tanda-tanda yang menunjukkan bahwa seorang anak sudah mulai
memahami apa yang orang lain katakan.
Tindakan
yang dapat dilakukan orang tua
1)
Untuk bisa berbicara, seorang anak perlu latihan mekanisme berbicara
melalui latihan gerakan mulut, lidah, bibir. Sebenarnya aktivitas menghisap,
memijat, menyemburkan gelembung dan mengunyah merupakan kemampuan yang
diperlukan. Oleh sebab itu, anak harus dilatih dengan permainan maupun makanan.
2)
Orangtua
hendaknya sering-sering menyanyikan menyanyikan lagu kepada anak dengan lagu anak-anak yang
sederhana dan lucu, secara berulang dengan penekanan pada ritme dan
pengucapannya. Ketika
bernyanyi hendaknya diselingi dengan permainan yang bernada serta
menarik.
3)
Salah satu cara seorang anak berkomunikasi di usia ini
adalah melalui tertawa. Oleh sebab itu orangtua harus sering bercanda, tertawa, membuat suara yang lucu
agar kemampuan komunikasi dan interaksinya meningkat dan mendorong tumbuhnya
kemampuan bahasa dan bicara.
4)
Setiap bayi yang baru lahir, mereka akan belajar melalui
pembiasaan ataupun pengulangan suatu pola, kegiatan, nama, peristiwa. Melalui
mekanisme ini orangtua mulai
bisa mengenalkan kata-kata yang bermakna pada anak saat melakukan aktivitas
rutin, seperti pada waktu makan, orangtua bisa mengatakan “nyam-nyam”.
c. 28 minggu – 1 tahun
Perkembangan kemampuan bahasa dan bicara
Usia 28 minggu seorang anak mulai bisa mengucapkan “ba” “da” “ka”
secara jelas sekali. Bahkan waktu menangis pun vokal suaranya sangat lantang
dan dengan penuh. Pada usia 32 minggu, ia akan mampu mengulang bebarapa suku
kata yang sebelumnya sudah mampu diucapkannya. Pada usia 48 minggu, seorang
anak mulai mampu sedikit demi sedikit mengucapkan sepatah kata yang sarat
dengan arti. Selain itu ia mulai mengerti kata “tidak” dan mengikuti instruksi
sederhana seperti “bye-bye”.
Tindakan yang dapat dilakukan orang tua
1)
Orangtua
harus menjadi model yang baik untuk anak terutama pada masa inilah anak mulai belajar meniru kata-kata yang
didengarnya dan mengucapkan kembali. Mengucapkan kata-kata dan kalimat secara perlahan, jelas dengan
disertai tindakan (agar anak tahu
artinya) dan bahasa tubuh dan ekspresi wajah
harus pas.
2)
Ketika
anak belajar berbicara dengan bahasa yang tidak jelas, ini merupakan waktu orangtua dengan anak untuk saling belajar
memahami. Menjadikan kegiatan
ini sebagai bentuk permainan yang menyenangkan agar anak tidak patah semangat,
namun jika orantua
malas memperhatikan “suaranya” maka anak anda akan merasa bahwa “tidak mungkin
baginya untuk mencoba mengekspresikan keinginannya”.
3)
Kadang-kadang orangtua perlu mengikuti apa yang anak gumamkan, namun orangtua juga perlu
mengucapkan kata secara benar. Jika suatu saat ia berhasil mengucapkan sesuatu
suku kata atau kata dengan benar, orangtua harus memberi pujian yang disertai dengan pelukan, tepuk
tangan.
4)
Jika mengucapkan sebuah kata, orangtua harus menyertai dengan
penjelasan artinya. Penjelasan bisa dilakukan dengan menunjukan gambar,
gerakan, sikap tubuh, atau ekspresi.
d. 1
tahun – 18 bulan
Perkembangan kemampuan bahasa dan bicara
Pada usia setahun, seorang anak akan mampu
mengucapkan dua atau tiga patah kata yang mempunyai makna. Sebenarnya, ia juga
sudah mampu memahami sebuah objek sederhana yang diperlihatkan padanya. Pada
usia 15 bulan, anak mulai bisa mengucapkan dan meniru kata yang sederhana dan
sering didengarnya kemudian mengekspresikannya pada posisi yang tepat. Usia 18
bulan, ia sudah mampu menunjukan objek yang dilihatnya dan yang dijumpainya
setiap hari. Selain itu, Ia juga
mampu menghasilkan kurang lebih 10 kata yang bermakna.
Tindakan yang dapat dilakukan orang tua
1)
Semakin mengenalkan anak dengan berbagai macam suara,
seperti suara mobil, motor, kucing, dsb. Orangtua juga harus memperkenalkan anak pada suara yang sering
didengarnya, seperti pintu terbuka dan tertutup, suara air, benda jatuh, dsb.
2)
Orangtua
harus sering-sering membacakan buku yang sangat sederhana dengan cerita
yang menarik. Menunjukkan objek
yang terlihat di buku, menyebutkan
namanya, apa yang sedang dilakukannya, jalan ceritanya. Dan meminta anak kembali menyebutkan apa yang telah disebutkan, jika ia berhasil,
maka orangtua harus memberinya
pujian.
3)
Orangtua
juga perlu mengenalkan nama-nama benda, warna dan bentuk objek yang
dilihatnya ketika sedang
bersama anak
4)
Orangtua juga bisa
mengenalkan anak pada bilangan,
seperti membilang
benda-benda sederhana yang sering dibuat permainan.
e. 18
bulan – 2 tahun
Perkembangan kemampuan bahasa dan bicara
Pada rentang usia ini, kemampuan bicara anak
semakin tinggi dan kompleks.
Perbendaharaan katanya bisa mencapai 30 kata, dan mulai sering mengutarakan
pertanyaan sederhana, seperti “mana?” dan memberikan jawaban singkat,
seperti “tidak” “di sana.” Pada usia ini, mereka mulai
menggunakan kata-kata yang menunjukan kepemilikan, seperti “punyaku.”
Bagaimanapun juga, sebuah percakapan melinbatkan komunikasi dua belah pihak,
sehingga anak akan juga belajar merespon setelah mendapatkan stimulus. Semakin
hari, ia semakin luwes dalam menggunakan kata dan bahasa sesuai dengan situasi
yang dihadapi. Namun perlu diingat, oleh karena perkembangan koordinasi
motoriknya juga belum terlalu sempurna, kata-kata yang diucapkan masih sering
kabur, misalnya: “balon” menjadi “aon”, “roti” menjadi “oti”
Tindakan yang dapat dilakukan orang tua
1)
Orangtua
mulai mengenalkan anak pada perbendaharaan kata yang menerangkan sifat
atau kualitas, seperti “baik, indah, cantik, dingin, banyak, asin, manis, dan sebagainya”. Caranya, pada
saat anak mengucapkan satu kata tertentu, orangtua menyertai dengan kualitas tersebut, misalnya “anak baik”.
2)
Orangtua
mulai mengenalkan pada
anak kata-kata yang mengenai
keadaan atau peristiwa yang terjadi: sekarang, besok, di sini, nanti, dan lain-lain.
3)
Orangtua
juga bisa mengenalkan kata-kata yang menunjukan tempat: di atas, di
bawah, di samping.
4)
Orangtua
perlu mengingat agar tidak menyetarakan perkembangan anak dengan anak
yang lain karena setiap anak mempunyai hambatan yang berbeda-beda. Jadi, jika
anak kurang lancar berbicara, jangan kemudian orangtua menekannya agar mengoptimalkan
kemampuannya. Keadaan ini akan membuat anak stres.
f. 2
tahun – 3 tahun
Perkembangan kemampuan bahasa dan bicara
Seorang anak mulai menguasai 200-300 kata
dan senang berbicara sendiri (monolog). Sekali waktu, ia akan memperhatikan
kata-kata yang baru didengarnya untuk dipelajari secara diam-diam. Mereka mulai
mendengarkan pesan-pesan, yang penuh makna, yang memerlukan perhatian dengan
penuh minat dan perhatian. Perhatian mereka juga semakin luas dan semakin
bervariasi, mereka juga semakin lancar dalam bercakap-cakap, meski
pengucapannya juga belum sempurna. Anak se usia ini juga semakin tertarik
mendengarkan cerita yang lebih panjang dari kompleks. Jika di ajak
bercakap-cakap, mudah bagi mereka untuk mereka untuk loncat dari satu topik
pembicaraan ke yang lainnya. Selain itu, mereka sudah mampu menggunakan kata
sambung “sama”, misalnya ”ani pergi ke pasar bersama ibu”, untuk menggambarkan
dan menyambung 2 situasi yang berbeda. Pada usia ini mereka juga bisa
menggunakan kata “aku” “saya” dengan baik dan benar. Dengan banyaknya kata-kata
yang mereka pahami, mereka semakin mengerti perbedaan antar yang terjadi masa
lalu, masa kini.
Tindakan yang dapat dilakukan orang tua
1)
Pada usia ini, anak akan lebih senang bercakap-cakap
dengan anak seusianya daripada dengan orang dewasa. Oleh sebab itu, akan baik jika
ia banyak dikenalkan anak-anak seusianya dan dilibatkan pada lingkungan sosial
yang bisa memfasilitasi kemampuan sosial dan cara berkomunikasinya. Salah satu
tujuan orangtua memasukkan nursery school agar anaknya bisa
mengembangkan kemampuan komunikasi sekaligus sosialisasi. Meskipun demikian,
bahasa dan kata-kata yang diucapkan masih bersifat egosentris, namun lama-kelamaan akan bersifat sosial seiring dengan
perkembangan usia dan keluasan jaringan sosialnya.
2)
Orangtua
hendaknya sering menceritakan cerita menarik pada anak, karena
sebenarnya cerita juga merupakan media atau sarana untuk mengekspresikan emosi,
menamakan emosi yang disimpan dalam hati dan belajar berempati. Dari kegiatan
ini pulalah orangtua
tidak hanya belajar berani mengekspresiakn diri secara verbal tetapi juga
belajar perilaku sosial.
3)
Orangtua
hendaknya menceritakan
cerita yang lebih kompleks dan memperkenalkan beberapa kata-kata baru sambil menerangkan artinya
secara terus menerus agar anak
dapat mengingatnya dengan mudah.
g. 3 – 4 tahun
Perkembangan kemampuan bahasa dan bicara
Anak-anak mulai mampu menggunakan kata-kata yang
bersifat perintah, hal ini juga menunjukkan adanya rasa percaya diri yang kuat
dalam menggunakan kata-kata dan menguasai keadaan. Mereka senang sekali mengenali kata-kata
baru dan terus berlatih untuk menguasainya. Mereka menyadari, bahwa dengan
kata-kata mereka bisa mengendalikan situasi seperti yang diinginkan, bisa
mempengaruhi orang lain, dan bisa mengajak teman-temannya.
Tindakan yang dapat dilakukan orang tua
1)
Orangtua
hendaknya menghindari sikap mengoreksi kesalahan pengucapan kata anak
secara langsung, karena itu akan membuatnya malu dan malah bisa mematahkan
semangatnya untuk belajar berusaha. Orangtua bisa mengulangi kata tersebut
secara jelas, seolah-olah
mengkomfirmasikan apa yang dimaksudnya.
2)
Pada usia ini, seorang anak sudah mulai bisa mengerti
penjelasan sederhana. Oleh sebab itu, orangtua bisa mulai mencoba untuk mengajaknya mendiskusikan
soal-soal yang sederhana, dan menanyakan
apa pendapatnya tentang persoalan itu.
3)
Orangtua
hendaknya mulai mengeluarkan kalimat yang panjang dan kompleks, agar ia
muali belajar meningkatkan kemampuannya dalam memahami kalimat.
4)
Anak-anak sangat menyukai kegiatan berbisik, karena hal
itu permainan yang mengasyikkan buat mereka sebagai salah satu cara
mengekspresikan perasaan dan keingintahuan.
5)
Orangtua
hendaknya bercerita
tentang dongeng dan fabel,
yang sebenarnya mencerminkan dunia anak dan memakainya sebagai suatu cara untuk
mengajarkan banyak hal tanpa menyinggung perasaannya. Dengan mendongeng, orangtua dapat mengenalkan
pada anak konsep-konsep
tentang moralitas, nilai-nilai, sikap yang baik dan jahat, keadilan, kebajikan
dan pesan-pesan moral lainnya.
4. Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Perkembangan Bahasa dan Bicara
Menurut Kusmana (2012: 69), kemahiran dalam berbahasa dan
berbicara dipengaruhi oleh faktor intrinsik (dari anak) dan faktor ekstrinsik
(dari lingkungan).
a. Faktor Intrinsik
Yaitu kondisi pembawaan sejak lahir termasuk fisiologi dari organ
yang terlibat dalam kemampuan berbahasa dan berbicara.
b. Faktor Ekstrinsik
Yaitu stimulus yang ada di sekeliling anak terutama perkataan yang
didengar atau ditujukan kepada si anak.
B. GANGGUAN
BAHASA DAN BICARA
1.
Hakikat Gangguan Bahasa dan bicara
Definisi yang dikeluarkan oleh IDEA (The Individuals with Disabilities Education Act) dalam Harras dan
Andika (2009: 111) tentang anak-anak dengan kesulitan bahasa dan bicara adalah
sebagai berikut:
“Anak-anak
termasuk kategori ini apabila mereka mempunyai kelainan komunikav, seperti
gagap, kelainan artikulasi, kelainan bahasa atau kelainan suara, yang secara
nyata berpengaruh terhadap kinerja pendidikan mereka”.
Code menulis bahwa orang sering mengacaukan antara kelainan bicara
dan kelainan bahasa, pada hal dua istilah ini sesungguhnya memiliki makna yang
berbeda. Kelainan bicara merujuk pada masalah dalam produksi ujaran atau masalah
dengan kualitas suara; sedangkan kelainan bahasa biasanya menyangkut hambatan
dalam memahami kata atau ketidakmampuan dalam menggunakan kata-kata yang tidak ada
hubungannya dengan produksi ujaran (Kusmana, 2012: 72).
Hal serupa juga diungkapkan oleh Wulandari (2013: 45) yang
membedakan antara definisi gangguan bahasa dengan gangguan bicara, walaupun
keduanya seringkali tumpang tindih. Gangguan bicara berhubungan dengan kesulitan
menghasilkan bunyi untuk bicara, gangguan artikulasi (fonologi), gangguan dalam
pitch, volume, atau kualitas suara. Sedangkan
gangguan berbahasa ditandai dengan ketidakmampuan anak untuk berdialog
interaktif, memahami pembicaraan pembicaraan orang lain, mengerti dan atau
menggunakan kata-kata dalam konteks yang nyambung
baik verbal maupun nonverbal, menyelesaikan masalah, membaca, dan mengerti apa
yang dibaca, serta mengekspresikan pikirannya melalui kemampuan berbicara atau
menyampaikan lewat bahasa tulisan.
Lebih singkatnya, Bayles & Kaszniak (Kusmana, 2012: 72)
mendefinisikan bahwa perilaku bahasa menyimpang adalah jenis kelainan dan
gangguan pada seseorang untuk melakukan komunikasi secara normal.
Dari beberapa pendapat ahli di atas, maka dapat ditarik benang
merahnya bahwa definisi gangguan bahasa dan gangguan bicara berbeda meskipun
keduanya saling berkaitan. Gangguan bahasa merupakan kelainan kemampuan
reseptif dan produktif (mendengar dan memahami) dan kemampuan ekspresif
(berbicara/menulis) yang dialami oleh seseorang untuk berkomunikasi dengan
orang lain secara normal. Sedangkan gangguan bicara merupakan kelainan
berkomunikasi secara verbal dengan orang lain.
2.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Keterlambatan Bicara
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi
keterlambatan bicara menurut Subyantoro (2012: 58) dan Wulandari (2013: 50)
sebagai berikut.
a. Hambatan
Pendengaran
Hambatan pada pendengaran
berkaitan dengan keterlambatan bicara. Jika si anak mengalami
kesulitan pendengaran, maka dia akan mengalami hambatan pula dalam
memahami, meniru dan menggunakan bahasa. Salah satu
penyebab gangguan pendengaran anak adalah karena adanya infeksi telinga, trauma, atau kelainan bawaan.
b. Hambatan
Perkembangan pada Otak yang Menguasai Kemampuan Oral-Motor
Keterlambatan bicara yang disebabkan adanya
masalah pada area oral-motor di otak
menyebabkan terjadinya ketidakefisienan hubungan di daerah otak yang
bertanggung jawab menghasilkan bicara. Akibatnya, si anak mengalami kesulitan
menggunakan bibir, lidah bahkan rahangnya untuk menghasilkan bunyi kata tertentu.
c. Kelainan
Organ Bicara
Kelainan ini
meliputi lidah pendek, kelainan bentuk gigi dan mandibula (rahang bawah),
kelainan bibir sumbing (palatoschizis/cleft
palate), dan sebagainya.
d. Kelainan
Sentral (Otak)
Gangguan
berbahasa sentral adalah ketidaksanggupan untuk menggabungkan kemampuan
pemecahan masalah dengan kemampuan berbahasa yang selalu lebih rendah. Ia
sering menggunakan mimic untuk menyatakan kehendaknya seperti pada pantomim.
e. Autisme
Autisme
merupakan gangguan perkembangan pervasive pada anak yang ditandai dengan adanya
gangguan dan keterlambatan dalam bidang kognitif, bahasa, perilaku, komunikasi,
dan interaksi sosial.
f. Keturunan
Masalah
keturunan sejauh ini belum banyak diteliti korelasinya dengan etiologi dari
hambatan pendengaran. Namun sejumlah fakta menunjukkan pula bahwa pada beberapa
kasus di mana seorang anak anak mengalami keterlambatan
bicara, ditemukan adanya kasus serupa pada generasi sebelumnya atau pada
keluarganya. Dengan demikian kesimpulan sementara hanya menunjukkan adanya
kemungkinan masalah keturunan sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi.
g. Lingkungan
Berbagai
macam keadaan lingkungan yang dapat mengakibatkan keterlambatan bicara, yaitu:
1)
Lingkungan
yang sepi
Bicara adalah bagian
dari tingkah laku, sehingga keterampilan yang dapat dilakukan adalah dengan
meniru. Bila stimulasi bicara sejak awal kurang, tidak ada yang ditiru, maka
akan menghambat kemampuan bicara dan bahasa pada anak.
2)
Status
ekonomi sosial
Beberapa penelitian
menyebutkan, orangtua dengan profesi guru, dokter, atau ahli hokum mempunyai
anak dengan perkembangan bahasa yang lebih baik dibandingkan anak dengan
orangtua pekerja semi terampil dan tidak terampil.
3)
Teknik
Pengajaran yang salah
Cara dan komunikasi
yang salah pada anak sering menyebabkan keterlambatan perkembanga bahasa dan
bicara anak karena dalam perkembangan mereka terjadi proses meniru dan belajar
dari lingkungan.
4)
Sikap
yang tak menyenangkan dari orang sekitar
Bicara bisa
mengekspresikan kemarahan, ketegangan, kekacauan, dan ketidaksenangan seseorang
sehingga anak akan menghindari untuk berbicara lebih banyak untuk menjauhi
kondisi yang tidak menyenangkan tersebut.
5)
Harapan
berlebihan dari orangtua
Sikap orangtua yang
mempunyai harapan dan keinginan yang berlebihan terhadap anaknya dengan
memberikan latihan dan pendidikan yang berlebihan dengan harapan anaknya
menjadi superior. Anak akan mengalami tekanan yang justru akan menghambat
kemampuan bicaranya.
6)
Anak
kembar
Pada anak kembar
didapatkan perkembangan bahasa yang kurang baik dan lama dibandingkan dengan
anak tunggal. Mereka satu sama lain saling memberikan lingkungan bicara yang
buruk, karena biasanya mempunyai perilaku yang saling meniru. Hal ini
menyebabkan mereka saling meniru pada keadaan kemampuan bicara yang sama-sama
belum bagus.
7)
Anak
bilingual
Pemakaian dua bahasa
kadang juga menjadi penyebab keterlambatan bicara, namun keadaan ini tidak
terlalu mengkhawatirkan. Umumnya anak akan memiliki kemampuan pemakaian dua
bahasa secara mudah dan baik. Menurut Suryawan dalam tulisan Herman (2013) yang
berjudul “Penggunaan Bilingual Bisa Sebabkan Gangguan Bicara Pada Anak”,
pada anak bilingual biasanya mempunyai perbendaharaan yang kurang dibandingkan
anak dengan satu bahasa, kecuali pada anak dengan kecerdasan tinggi .
8)
Faktor
televisi
Sejauh ini, kebanyakan
menonton televisi pada anak usia balita menjadikan anak menjadi pendengar yang
pasif. Pada saat anak menonton televisi, anak akan menjadi pihak yang menerima
tanpa harus mencerna dan memproses informasi yang masuk. Akibatnya, dalam
jangka waktu tertentu yang mana seharusnya otak mendapat banyak stimulasi dari
lingkungan/orangtua untuk kemudian memberikan umpan balik, namun karena yang
lebih banyak memberikan stimulasi adalah televisi, maka sel-sel otak yang
mengurusi masalah bahasa dan bicara akan terhambat perkembangannya.
Penulis lain, Blager BF dalam Goldstein (dalam Kusmana, 2012: 10)
memaparkan sebab-sebab gangguan bicara dan efek pada perkembangan bicara
seperti disajikan dalam tabel berikut:
Tabel
2.1
Sebab-sebab Gangguan dan Efek pada Perkembangan Bicara
|
No.
|
Penyebab
|
Efek pada
Perkembangan Bicara Anak
|
|
1.
|
Lingkungan
a.
Sosial
ekonomi (kurang)
b.
Tekanan
keluarga
c.
Keluarga
bisu
d.
Pemakaian
bahasa bilingual
|
a.
Terlambat
b.
Gagap
c.
Terlambat pemerolehan bahasa
d.
Terlambat pemerolehan struktur bahasa
|
|
2.
|
Emosi
a.
Ibu yang tertekan
b.
Gangguan serius pada orangtua
c.
Gangguan serius pada anak
|
a.
Terlambat pemerolehan bahasa
b.
Terlambat atau gangguan perkembangan bahasa
c.
Terlambat atau gangguan perkembangan bahasa
|
|
3.
|
Masalah
pendengaran
a.
Kongenital
b.
Didapat
|
a.
Terlambat atau gangguan bicara permanen
b.
Terlambat atau gangguan bicara permanen
|
|
4.
|
Perkembangan
terlambat
a.
Perkembangan lambat
b.
Retardasi mental
|
a.
Terlambat bicara
b.
Pasti terlambat bicara
|
|
5.
|
Cacat bawaan
a.
Palatoschiziz
b.
Sindrom
down
|
a.
Terlambat dan gangguan kemampuan bicara
b.
Kemampuan bicara lebih rendah
|
|
6.
|
Kerusakan
Otak
a. Kelainan neoro muscular
b.
Kelainan sensori motor
c.
Palsi selebral
d.
Kelainan persepsi
|
a.
Mempengaruhi kemampuan
menghisap, dan menelan, mengunyah, dan akhirnya timbul gangguan bicara dan
artikulasi seperti disastria
b.
Mempengaruhi kemampuan
menghisap, menelan, akhirnya menimbulkan gangguan artikulasi, seperti
dispraksia
c.
Berpengaruh pada
pernapasan, makan, dan timbul juga masalah artikulasi yang mengakibatkan
disartria dan dispraksia
d.
Kesulitan membedakan
suara, mengerti bahasa, simbolisasi, mengenal konsep, akhirnya menimbulkan kesulitan belajar di
sekolah.
|
3.
Identifikasi Anak dengan Gangguan
Keterlambatan Bicara
Gangguan keterlambatan bicara dapat
diidentifikasi oleh orang-orang terdekat, seperti orangtua, pengasuh, dan guru
di sekolah. Menurut Wulandari (2013: 47), orangtua dan guru harus waspada jika
anak mengalami keterlambatan bicara dengan tanda-tanda sebagai berikut.
a.
Sampai
dengan usia 10 minggu, anak tidak mau tersenyum.
b.
Pada
usia 3 bulan, anak tidak mengeluarkan suara.
c.
Pada
usia 6 bulan, anak tidak mampu memalingkan mata dan kepalanya terhadap suara
yang datang dari belakang atau sampingnya.
d.
Sampai
dengan usia 8 bulan, anak tidak ada perhatian terhadap lingkungan sekitarnya.
e.
Pada
usia 10 bulan, anak tidak memberi reaksi terhadap panggilan namanya sendiri.
f.
Pada
usia 15 bulan, anak tidak berbicara, tidak mengerti, dan memberikan reaksi
terhadap kata-kata jangan, dadah, dan sebagainya.
g.
Pada
usia 18 bulan, anak tidak dapat menyebutkan 10 kata tunggal.
h.
Sampai
usia 20 bulan, anak tidak mengucapkan 3—4 kata.
i.
Pada
usia 21 bulan, anak tidak memberikan reaksi terhadap perintah (misal: duduk,
kemari, berdiri).
j.
Pada
usia 24 bulan, anak tidak dapat menyebutkan bagian-bagian tubuh dan belum mampu
mengetengahkan ungkapan yang terdiri dari 2 kata.
k.
Setelah
usia 24 bulan, anak hanya memiliki perbendaharaan kata yang sangat sedikir atau
tidak memiliki kata-kata huruf z pada frase.
l.
Pada
usia 30 bulan, ucapan anak tidak dapat dimengerti oleh anggota keluarganya.
m.
Pada
usia 36 bulan, anak belum dapat menggunakan kalimat-kalimat sederhana, belum
dapat bertanya dengan menggunakan kalimat tanya sederhana, dan ucapannya tidak
dapat dimengerti oleh orang di luar keluarganya.
n.
Pada
usia 3,5 tahun, anak selalu gagal untuk menyebutkan kata akhir (misalnya: “ca”
untuk cat, “ba” untuk ban, dan lain-lain).
o.
Setelah
usia 4 tahun, anak berbicara dengan tidak lancar (gagap).
p.
Setelah
usia 7 tahun, anak masih suka melakukan kesalahan dalam pengucapan.
q.
Pada
usia berapa saja terdapat hipernasalitas atau hiponasalitas (sengau atau
bindeng) yang nyata atau memiliki suara monoton tanpa berhenti, sangat keras,
tidak dapat didengar, dan secara terus-menerus memperdengarkan suara serak.
Meskipun
tidak dapat disembuhkan, dengan diagnosis dini dan penanganan awal akan dapat
mengatasi kesulitan-kesulitan yang timbul dari kondisi yang dialami anak.
Intervensi dini akan memberikan keadaan yang lebih baik saat anak tumbuh dewasa.
Mengerti dan memahami penanganan gangguan ini akan sangat menolong anak
mengatasi kesulitan yang terjadi serta membantu mereka mencapai potensi yang
optimal.
4.
Jenis-jenis Gangguan Keterlambatan
Bicara
Menurut
Sidharta (dalam Chaer, 2009: 148) gangguan berbahasa itu dibedakan atas tiga
golongan, yaitu: a. gangguan bicara; b. gangguan bahasa; dan c. gangguan
berpikir.
a. Gangguan
Bicara
Berbicara merupakan aktivitas
motorik yang mengandung modalitas psikis. Oleh karena itu, gangguan berbicara
ini dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori, yaitu gangguan mekanisme
berbicara yang berimplikasi pada gangguan organik dan gangguan berbicara
psikogenik.
1)
Gangguan Mekanisme Berbicara
a)
Gangguan Monofaktorial
1)
Gangguan
Akibat Kelainan pada Paru-paru (Pulmonal)
Gangguan berbicara ini dialami oleh
penderita penyakit paru-paru. Kekuatan bernapas sangat kurang sehingga cara
berbicaranya diwarnai oleh naa yang monoton, volume suara yang kecil, dan
terputus-putus.
2)
Gangguan
Akibat Kelainan pada Pita Suara (Laringal)
Gangguan ini menyebabkan suara yang dihasilkan menjadi
serak atau bahkan hilang, meskipun dari segi semantik dan sintaksis bias
diterima.
3) Gangguan Akibat Kelainan pada Lidah
(Lingual)
Pada lidah yang sariawan atau terluka ketika berbicara
maka gerak aktivitas lidah dikurangi karena merasa pedih. Dalam keadaan seperti
pengucapan sejumlah fonem menjadi tidak sempurna. Pada orang yang terkena stroke cara
bicaranya akan terganggu menjadi cadel atau pelo, istilah
medisnya disatria (terganggunya artikulasi).
4)
Gangguan
Akibat Kelainan pada Rongga Mulut Dan Kerongkongan (Resonansi)
Gangguan ini menyebabkan suara yang dihasilkan menjadi
bersengau (bindeng). Misalnya pada orang sumbing, karena rongga mulut dan
rongga hidungyang digunakan untuk berkomunikasi melalui defek di langit-langit
keras (palatum), sehingga resonansi yang seharusnya menjadi terganggu.
b)
Gangguan Akibat Multifaktorial
1)
Berbicara
Serampangan
Berbicara serampangan atau sembrono adalah
berbicara dengan cepat sekali, dengan artikulasi yang rusak, dan menghilangkan
sejumlah suku kata, sehingga sukar dipahami.
2)
Berbicara
Propulsif
Gangguan berbicara propulsive biasanya terdapat pada
penderita penyakit Parkinson (kerusakan pada otak yang menyebabkan
otot menjadi gemetar, kaku, dan lemah). Pada waktu berbicara cirri khas ini
akan tampak pula artikulasi yang sangat terganggu karena elastisitas otot
lidah, otot wajah, dan pita suara, sebagai besar lenyap.
3)
Berbicara
Mutis (Mutisme)
Penderita gangguan mutisme ini tidak berbicara sama
sekali. Mutisme ini sebenarnya bukan hanya tidak dapat berkomunikasi secara
verbal saja, tetapi juga tidak dapat berkomunikasi
secara visual maupun isyarat.
2)
Gangguan Psikogenik
Gangguan berbicara psikogenik disebut sebagai variasi
cara berbicara yang normal, tetapi yang merupakan ungkapan dari gangguan di
bidang mental. Mental cara berbicara sebagian besar ditentukan oleh nada,
intonasi, dan intensitas suara, lafal, dan pilihan kata.
a)
Berbicara
Manja
Berbicara dengan gaya ini karena meminta perhatian
atau diperlakukan seperti anak-anak. Misalnya fonem [s] akan berubah menjadi
[c] pada kata susu.
b)
Berbicara
Kemayu
Berbicara kemayu berkaitan dengan perangai kewanitaan
yang berlebihan. Berbicara keayu dicirikan oleh gerak bibir dan lidah yang
menarik perhatian dan lafal yang dilakukan secara ekstra menonjol atau ekstra
lemah gemulai dan ekstra memanjang.
c)
Berbicara
Gagap (stuttering)
Gagap adalah berbicara yang kacau karena sering
tersendat-sendat, mendadak berhenti, lalu mengulang suku kata pertama dan
kata-kata berikutnya. Penyebab terjadinya kegagapan antara lain: (1) faktor stres dalam
kehidupan; (2) dididik secara keras dan ketat sejak kecil seperti
dibentak-bentak dan tidak diizinkan berargumentasi dan membantah.
d)
Berbicara
Latah
Latah atau disebut juga ekolalla yaitu
perbuatan membeo tau menirukan apa yang dikatakan orang lain, tetapi sebenarnya
latah adalah sindrom yang terdiri atas curah verbal repetitif yang
bersifat jorok (koprolalla).
b. Gangguan
Bahasa
Berbahasa
berarti berkomunikasi dengan menggunakan suatu bahasa. Berikut merupakan jenis
gangguan bahasa menurut Chaer (2009: 157).
1)
Afasia Motorik
a)
Afasia Motorik Kortikal
Hilangnya kemampuan untuk mengutarakan
isi pikiran dengan menggunakan perkataan. Penderita afasia motorik kortikal ini
masih bisa mengerti bahasa lisan dan tulis. Namun, ekspresi verbal tidak bisa
sama sekali; sedangkan ekspresi visual (bahasa tulis dan isyarat) masih bisa
dilakukan.
b)
Afasia Motorik Subkortikal
Penderita afasia motorik subkortikal
tidak dapat mengeluarkan isi pikirannya dengan menggunakan perkataan; tetapi
masih bisa mengeluarkan perkataan dengan cara membeo. Selain itu, pengertian
bahasa verbal dan visual tidak terganggu, dan ekspresi visualpun masih berjalan.
c)
Afasia Motorik Transkortikal/Nominatif
Penderita afasia motorik transkortikal
dapat mengutarakan perkataan yang singkat dan tepat tetapi masih mungkin
menggunakan perkataan subtitusinya. Misalnya untuk mengatakan “pensil” sebagai
jawaban atas tanyaan “Barang yang saya pegang ini namanya apa?” Dia tidak mampu
mengeluarkan perkataan, “Itu, tu, tu, tu, untuk menulis”.
2)
Afasia Sensorik
Hilangnya pengertian bahasa lisan dan
bahasa tulis namun masih memiliki curah verbal (bahasa baru yang tidak dapat
dipahami oleh siapapun) meskipun hal itu tidak dapat dipahami oleh dirinya
sendiri maupun oleh orang lain.
c. Gangguan
Berpikir
5.
Merangsang Kemampuan Bahasa dan Bicara
Anak
Hal-hal yang dapat dilakukan oleh
orangtua atau orang-orang yang terlibat dalam pemberian stimulasi bahasa dan
bicara pada anak menurut Subyantoro (2012: 62) dan Wulandari (2013: 56), yaitu:
a. Menyusui
Selain
mengandung komponen yang baik untuk perkembangan otak, proses menyusui juga
memasukkan unsur-unsur interaksi. Biasanya, seorang ibu menyusui sambil
membelai anaknya dan melakukan kontak mata. Sebaliknya, anak asyik
memperhatikan wajah ibunya. Itu semua adalah dasar komunikasi.
b. Mengajak
Anak Bicara
Semakin
dini orangtua menstimulasi anaknya dengan cara mengajaknya bercakap-cakap dan
menunjukkan sikap yang mendorong munculnya respon dari anak maka anak akan
semakin dini pula tertarik untuk belajar bicara. Tidak hanya itu, kualitas
percakapan dan bicaranya juga akan lebih baik.
c. Membiasakan
Anak Mendengar Suara
Misalnya
melalui kegiatan mendongeng, mendengarkan lagu yang dinyanyikan oleh orangtua
sendiri atau dari kaset, memperdengarkan pembicaraan orang di radio atau
televisi, membacakan buku untuknya, dan sebagainya. Hal ini dimaksudkan agar
anak terbiasa mendengar banyak kosakata bahasa ibu, sehingga lambat laun ia
belajar menirukannya atau mengucapkannya.
d. Memberi
Dukungan atau Respon Positif
Misalnya
memberikan pujian, ciuman, senyuman, pelukan, dan sebagainya ketika anak
berusaha untuk bicara atau merespon sehingga anak merasa senang dan cenderung
mengulanginya.
e. Mengajak
Anak Jalan-jalan
Mengajak
anak jalan-jalan, misalnya dengan mengunjungi taman atau berkunjung ke rumah
kerabat atau tetangga dapat membiasakan anak mendengarkan bagaimana orang lain
bercakap-cakap.
f. Menjadi
Model yang Baik
Menjadi
model yang baik untuk anak terutama pada masa mereka mulai belajar meniru
kata-kata yang didengarnya dan mengucapkan kembali. Mengucapkan kata-kata
secara perlahan, jelas, dengan disertai tindakan, bahasa tubuh, serta ekspresi
wajah yang sesuai.
g. Memeriksakan
ke Dokter
Bila
ada hal-hal yang janggal pada anak, seperti anak tidak merespon setiap kali
diajak bicara, anak belum mampu berbicara pada saat usianya 2 tahun atau anak
tenang saja pada saat didengarkan suara yang mengagetkan, orangtua hendaknya
segera memeriksakan ke dokter atau ahli. Karena hal ini mungkin terjadi akibat
adanya masalah dalam organ pendengaran anak.
6.
Implikasi Gangguan
Keterlambatan Bahasa dan Bicara dalam Proses Pembelajaran di Kelas
Menurut Wulandari (2013: 134), peran guru
yang paling utama adalah menciptakan suatu lingkungan yang mendorong upaya
komunikasi bagi semua siswa. Berikut ini beberapa hal yang dapat dilakukan guru
untuk membantu siswa yang memiliki gangguan bahasa dan bicara, yaitu:
a.
Menyempatkan
untuk berbicara dengan setiap anak setiaph hari tentang sesuatu yang positif.
b.
Selalu
ada—siap sedia. Berada di dekat siswa dari waktu ke waktu untuk menunggu dan
mendengarkan siswa memulai sebuah percakapan. Memberikan perhatian sepenuhnya
kepada siswa ketika siswa mengatakan sesuatu.
c.
Menemukan
cara untuk mendorong kearah diskusi yang positif di antara siswa.
d.
Menjadi
model yang baik dalam berbicara. Memberikan waktu kepada siswa untuk menjawab
persoalan dan tidak terburu-buru agar mereka dapat mencoba mengekspresikan apa
yang ingin mereka ekspresikan.
e.
Menciptakan
atmosfir kelas yang relaks dan tanpa tekanan.
f.
Memberikan
dorongan kepada semua siswa untuk bersikap sopan dan santun ketika berbicara.
g.
Mengulangi
apa yang sudah dikomunikasikan siswa, memberikan informasi tambahan, dan
menunggu siswa untuk melanjutkan.
h.
Memunculkan
kepekaan semua siswa terhadap siswa dengan gangguan bahasa dan bicara.
i.
Mengembangkan
dan menghargai terhadap semua siswa yang mencapai keberhasilan dalam
pengungkapan.
j.
Membina
kerjasama dengan ahli bina bicara.
k.
Membina
kerjasama dengan orangtua.
l.
Membina
kerjasama dengan teman sebaya dalam menciptakan atmosfir kelas.
BAB III
PENUTUP
Simpulan
Kemampuan berbahasa seseorang
dipengaruhi oleh faktor psikis dan faktor fisik. Bila seseorang mengalami
gangguan fisik atau kelainan pada organ-organ artikulasi dan otak atau gangguan
psikis maka dapat dipastikan tidak akan menghasilkan bahasa yang normal karena
bahasa merupakan hasil dari koordinasi fungsi akal pikiran manusia dan
mekanisme fisiologis. Ketika prinsip-prinsip koordinasi antara akal pikiran dan
mekanisme fisiologis tidak berfungsi secara sempurna maka terjadilah gangguan
dalam bahasa.
Rumah sebagai awal perkembangan bahasa
juga menyajikan berbagai macam kasus gangguan bahasa. Kategori utama
penyimpangan bahasa dalam hubungannya dengan lingkungan rumah adalah: gangguan
bahasa yang terbentuk sebagai bagian dari perkembangan normal bahasa anak dan gangguan
bahasa sebagai akibat dari gangguan psychogenic atau physiogenic.
Adanya hambatan dalam perkembangan
bahasa akan membuat anak merasa tidak diterima oleh teman-temannya, tidak
percaya diri dan tidak memiliki keberanian untuk berbuat. Kondisi ini dapat
mempengaruhi perkembangan kepribadian anak dikemudian hari. Sebagai alat
komunikasi, bahasa merupakan sarana yang sangat penting dalam kehidupan anak.
Keterlambatan anak dalam kemampuan
berbahasa dapat dipengaruhi oleh beberapa hal seperti tingkat ekonomi orang
tua, lingkungan, pendidikan orang tua, pola asuh, status gizi, dan pengetahuan
orang tua. Pengetahuan orang tua sangat berperan penting dalam pengembangan
bahasa terhadap anak. Sebelum anak memasuki lingkungan sosial yang lebih luas,
masa bermain dan bersekolah, lingkungan keluarga seharusnya bisa menjadi arena yang
menyenangkan bagi proses perkembangan anak.
DAFTAR PUSTAKA
Chaer, Abdul.
2009. Psikolinguistik: Kajian Teoritik. Jakarta:
Rineka Cipta.
Handayani,
Anik. 2012. “Hubungan Tingkat Pengetahuan Orangtua tentang Stimulasi Verbal
dengan Perkembangan Bahasa pada Anak Prasekolah di TK PGRI 116 Bangetayu Wetan”. Skripsi. Semarang: S-1 Keperawatan
Universitas Muhammadiyah Semarang. Tidak Diterbitkan.
Harras, K. dan Andika, D. 2009. Dasar-dasar Psikolinguistik. Bandung: UPI PRESS kerja sama dengan Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia FPBS.
Herman. 2013. Penggunaan Bilingual Bisa Sebabkan Gangguan
Bicara Pada Anak. http://www.beritasatu.com/anak/155612-penggunaan-bilingual-bisa-sebabkan-gangguan-bicara-pada-anak.html (diundul 5
Maret 2013).
Hurlock,
Elizabeth. 1980. Psikologi Perkembangan:
Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga.
Kusmana, Ade.
2012. “Perilaku Bahasa Menyimpang pada Peserta Didik”. Jurnal Lentera Pendidikan, Volume. 15 No. 1 Juni 2012 Hal. 69-84.
Subyantoro.
2012. Psikolinguistik: Kajian Teoritis
dan Implementasinya. Semarang: UNNES PRESS.
Tarigan, Henry
Guntur. 2008. Berbicara: Sebagai Suatu
Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.
Wulandari,
Rani. 2013. Teknik Mengajar Siswa dengan
Gangguan Bicara dan Bahasa. Yogyakarta: Imperium.
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Bahasa merupakan salah satu parameter dalam
perkembangan anak. Kemampuan bahasa dan bicara melibatkan perkembangan
kognitif, sensorimotor, psikologis, emosi dan lingkungan sekitar anak.
Kemampuan bahasa pada umumnya dapat dibedakan atas kemampuan reseptif dan
produktif dan kemampuan ekspresif.
Gangguan bahasa dan bicara adalah salah satu
penyebab gangguan perkembangan yang paling sering ditemukan pada anak.
Keterlambatan bicara adalah keluhan utama yang sering dicemaskan dan dikeluhkan
orang tua dan gejala ini pula merupakan masalah dalam proses pembelajaran di
kelas.
Gangguan berbahasa dan berbicara harus menjadi
prioritas bagi orang tua secara dini agar penyebabnya dapat segera dicari,
sehingga pengobatan dan pemulihannya dapat diberikan sesegera mungkin karena
akan sangat mempengaruhi perkembangan anak di masa depan. Gangguan dalam
perkembangan bahasa dan artikulasi, selain menyebabkan hambatan dalam bidang
akademik, akan menyebabkan pula hambatan dalam bidang hubungan sosial, yang
kemudian dapat menimbulkan berbagai macam tingkah laku, seperti membolos, minat
belajar kurang, dan berbagai macam tingkah laku antisosial. Tidak jarang
kepribadian anak ikut terpengaruh misalnya anak mulai merasa rendah diri atau
minder dan sering cemas menghadapi lingkungannya.
Di Indonesia masalah keterlambatan perkembangan
masih sangat banyak padahal program peningkatan kualitas anak di Indonesia
menjadi salah satu prioritas pemerintah. Sampai saat ini belum ada data pasti mengenai
jumlah anak Indonesia yang mengalami keterlambatan perkembangan. Alisjahbana (dalam
Handayani, 2012: 3) menyatakan bahwa anak Indonesia yang kurang dari dua tahun,
6,5% mengalami keterlambatan perkembangan bahasa. Sementara Hartanto (dalam
Handayani, 2012: 2) menerangkan selama tahun 2007 di poliklinik tumbuh kembang
anak RS Dr. Kariadi Semarang didapatkan 22,9% dari 436 kunjungan baru datang
dengan keluhan terlambat bicara, 13 (2,98%) di antaranya didapatkan gangguan perkembangan
bahasa. Apabila masalah tersebut tidak segera ditangani, maka anak tersebut akan
mengalami ganggguan dalam berkomunikasi dengan keluarga, dan orang lain
disekitar lingkungannya.
B. Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan
masalah yang diajukan sebagai berikut:
1.
Apa
hakikat perkembangan bahasa dan bicara?
2.
Bagaimana
proses dasar bicara?
3.
Apa
saja tahapan perkembangan kemampuan bicara dan tindakan yang dapat dilakukan
orangtua?
4.
Apa
saja faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan bahasa dan bicara?
5.
Apa
hakikat gangguan bahasa dan bicara?
6.
Apa
saja faktor-faktor yang mempengaruhi keterlambatan bicara?
7.
Bagaimana
cara mengidentifikasi anak dengan gangguan keterlambatan bicara?
8.
Apa
saja jenis-jenis gangguan keterlambatan bicara?
9.
Bagaimana
merangsang kemampuan bahasa dan bicara anak?
10. Bagaimana implikasi gangguan keterlambatan bahasa dan bicara dalam proses pembelajaran
di kelas?
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan
dari penulisan makalah ini sebagai berikut:
1.
Untuk
mengetahui hakikat perkembangan bahasa dan bicara
2.
Untuk
mengetahui proses dasar bicara
3.
Untuk
mengetahui tahapan perkembangan kemampuan bicara dan tindakan yang dapat
dilakukan orangtua
4.
Untuk
mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan bicara
5.
Untuk
mengetahui hakikat gangguan bahasa dan bicara
6.
Untuk
mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi keterlambatan bicara
7.
Untuk
mengetahui cara mengidentifikasi anak dengan gangguan keterlambatan bicara
8.
Untuk
mengetahui jenis-jenis gangguan keterlambatan bicara
9.
Untuk
mengetahui merangsang kemampuan bahasa dan bicara anak
10. Untuk mengetahui implikasi gangguan
keterlambatan bicara dalam proses pembelajaran di kelas
BAB II
PEMBAHASAN
A. PERKEMBANGAN
BAHASA DAN BICARA
1. Hakikat
Perkembangan Bahasa dan bicara
Perkembangan dapat didefinisikan sebagai deretan progresif dari
perubahan yang teratur dan koheren (Hurlock, 1980: 2). Bahasa merupakan salah
satu parameter dalam perkembangan anak. Kemampuan berbahasa dan berbicara
melibatkan perkembangan kognitif, sensorimotor, psikologis, emosi dan
lingkungan sekitar anak. Kemampuan bahasa pada umumnya dapat dibedakan atas
kemampuan reseptif dan produktif (mendengar dan memahami) dan kemampuan
ekspresif (berbicara/menulis). Menurut Caplan dalam tulisan Kusmana (2012: 69)
yang berjudul “Perilaku Bahasa Menyimpang
pada Peserta Didik” menyatakan bahwa kemampuan
berbicara lebih dapat dinilai dari kemampuan lainnya sehingga pembahasan
mengenai kemampuan bahasa lebih sering dikaitkan dengan kemampuan berbicara.
Perkembangan keterampilan bahasa bertujuan agar anak mampu
berkomunikasi secara lisan dengan lingkungan. Salah satu keterampilan berbahasa
yang harus dimiliki oleh setiap anak adalah keterampilan berbicara. Tarigan
(2008: 16) menyatakan bahwa berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi
artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, atau menyampaikan
gagasan dan perasaan. Menurut Hurlock (1980: 114), keterampilan berbicara anak
harus didukung dengan perbendaharaan kata atau kosakata yang sesuai dengan tingkat
perkembangan bahasa. Belajar berbicara pada anak usia dini dapat digunakan
sebagai sosialisasi dalam berteman dan melatih kemandirian anak. Semakin sering
anak berhubungan dengan orang lain maka semakin besar dorongan untuk berbicara.
2. Proses
Dasar Bicara
Subyantoro
(2012: 69) menyatakan bahwa bicara adalah hasil dari empat proses dasar yang
terjadi pada tubuh seseorang. Hal tersebut dapat dilihat pada skema proses
berikut.
Skema
2.1
Skema
Proses Dasar Bicara
a. Respirasi
Proses respirasi
merupakan sumber tenaga ketika seseorang berbicara. Selama berbicara, terjadi
tarikan nafas yang cepat dalam durasi yang tinggi. Banyaknya kata atau kalimat
yang bisa diucapkan oleh seorang pembicara akan bergantung kepada kemampuannya
dalam mengendalikan nafas, terutama nafas yang dikeluarkan.
b. Fonasi
Fonasi terjadi
di dalam tubuh manusia dimana udara yang dikeluarkan melewati dan menggetarkan
pita suara. Hasilnya adalah keluarnya suara manusia.
c. Resonansi
Resonansi
terjadi ketika gelombang udara dari proses respirasi dan fonasi keluar,
gelombang suara yang dihasilkan akan melewati beberapa ruangan resonator.
Selain itu, pemberian warna pada suara juga tejadi dalam proses ini sehingga
suara satu orang dengan yang orang lainnya akan berbeda. Rongga laring, faring,
mulut, dan hidung akan membuat semacam bentuk yang harus dilewati oleh
gelombang suara untuk mengucapkan atau mengeluarkan bunyi-bunyi tertentu yang
diinginkan.
d. Artikulasi
Artikulasi
adalah proses dimana suara yang dihasilkan oleh fonasi dan resonansi
dilanjutkan oleh beberapa gerakan khusus mandibula, bibir, lidah, dan palatum
lunak dalam struktur tertentu. Gerakan ini akan membentuk gelombang suara
menjadi vokal dan konsonan yang merupakan unsur penting dalam berbicara.
3. Tahapan
Perkembangan Kemampuan Bicara dan Tindakan yang Dapat Dilakukan Orangtua
Menurut Stoppard (dalam Subyantoro,
2012: 65) tahapan perkembangan kemampuan bahasa dan bicara dapat dibagi sebagai
berikut:
a. 0
– 8 minggu
Perkembangan
kemampuan bahasa dan bicara
Pada masa awal,
seorang bayi akan mendengarkan dan mencoba mengikuti suara yang didengarnya.
Sebenarnya tidak hanya itu, sejak lahir ia sudah belajar mengamati dan
mengikuti gerak tubuh serta ekspresi wajah orang yang dilihatnya dari jarak
tertentu. Meskipun masih bayi, seorang anak akan mampu memahami dan merasakan
adanya komunikasi 2 arah dengan memberikan respon lewat gerak tubuh dan suara.
Sejak 2 minggu pertama, ia sudah mulai terlibat dengan percakapan dan pada
minggu ke-6 ia akan mengenali suara sang ibu dimana pada usia 8 minggu, ia
mulai mampu memberikan respon terhadap suara yang dikenalnya.
Tindakan
yang dapat dilakukan orang tua
1)
Semakin dini orang tua menstimulasi anaknya dengan cara
mengajaknya bercakap-cakap dan menunjukkan sikap yang mendorong munculnya
respon dari si anak, maka sang anak akan semakin dini pula tertarik untuk
belajar bicara. Tidak hanya itu, kualitas percakapan dan bicaranya juga akan
lebih baik. Jadi akan lebih baik jika orang tua terus mengajak anaknya
bercakap-cakap sejak hari pertama kelahirannya.
2)
Menjalin komunikasi dengan dihiasi oleh senyuman,
pelukan, dan perhatian. Dengan demikian anak akan termotivasi untuk berusaha
memberikan responnya.
3)
Selalu menunjukkan kasih sayang melalui peluk-cium dan kehangatan yang bisa dirasakan
melalui intonasi suara. Dengan demikian, terjalin ikatan emosional yang erat
antara orangtua dengan anak sekaligus membesarkan hatinya.
4)
Melakukan kontak mata secara intensif karena dari
pandangan mata tersebutlah anak bisa merasakan perhatian, kasih sayang, cinta
dan pengertian.
5)
Apabila anak menangis, hendaknya segera menenangkannya. Selama
ini banyak beredar pandangan keliru, bahwa jika bayi menangis sebaiknya
didiamkan saja supaya nantinya tidak manja dan bau tangan. Padahal satu-satunya
cara seorang bayi baru lahir untuk mengkomunikasikan keinginan dan kebutuhannya
adalah melalui tangisan, jika tangisannya tidak di pedulikan, lama-lama ia akan
frustasi karena kebutuhanya terabaiakan.
b.
8 – 24 minggu
Perkembangan
kemampuan bahasa dan bicara
Tidak harus setelah seorang bayi tersenyum,
ia mulai belajar mengekspresikan dirinya melalui suara-suara yang sangat lucu
dan sederhana, seperti “eh” ”ah” “oh” dan tidak lama kemudian ia akan mulai
mengucapkan konsonan seperti “m” “p” “b” adn “j”. Pada usia 12 minggu, seorang
bayi sudah muali terlibat pada percakapan “tunggal” dengan menyuarakan “gaga”
dan pada usia 16 minggu, ia makin mampu mengeluarkan suara seperti tertawa atau
teriakan riang. Pada usia 24 minggu, seorang bayi akan mulai bisa menyuarakan
“ma” “ka” “da” dan sejenisnya.
Sebenarnya banyak tanda-tanda yang menunjukkan bahwa seorang anak sudah mulai
memahami apa yang orang lain katakan.
Tindakan
yang dapat dilakukan orang tua
1)
Untuk bisa berbicara, seorang anak perlu latihan mekanisme berbicara
melalui latihan gerakan mulut, lidah, bibir. Sebenarnya aktivitas menghisap,
memijat, menyemburkan gelembung dan mengunyah merupakan kemampuan yang
diperlukan. Oleh sebab itu, anak harus dilatih dengan permainan maupun makanan.
2)
Orangtua
hendaknya sering-sering menyanyikan menyanyikan lagu kepada anak dengan lagu anak-anak yang
sederhana dan lucu, secara berulang dengan penekanan pada ritme dan
pengucapannya. Ketika
bernyanyi hendaknya diselingi dengan permainan yang bernada serta
menarik.
3)
Salah satu cara seorang anak berkomunikasi di usia ini
adalah melalui tertawa. Oleh sebab itu orangtua harus sering bercanda, tertawa, membuat suara yang lucu
agar kemampuan komunikasi dan interaksinya meningkat dan mendorong tumbuhnya
kemampuan bahasa dan bicara.
4)
Setiap bayi yang baru lahir, mereka akan belajar melalui
pembiasaan ataupun pengulangan suatu pola, kegiatan, nama, peristiwa. Melalui
mekanisme ini orangtua mulai
bisa mengenalkan kata-kata yang bermakna pada anak saat melakukan aktivitas
rutin, seperti pada waktu makan, orangtua bisa mengatakan “nyam-nyam”.
c. 28 minggu – 1 tahun
Perkembangan kemampuan bahasa dan bicara
Usia 28 minggu seorang anak mulai bisa mengucapkan “ba” “da” “ka”
secara jelas sekali. Bahkan waktu menangis pun vokal suaranya sangat lantang
dan dengan penuh. Pada usia 32 minggu, ia akan mampu mengulang bebarapa suku
kata yang sebelumnya sudah mampu diucapkannya. Pada usia 48 minggu, seorang
anak mulai mampu sedikit demi sedikit mengucapkan sepatah kata yang sarat
dengan arti. Selain itu ia mulai mengerti kata “tidak” dan mengikuti instruksi
sederhana seperti “bye-bye”.
Tindakan yang dapat dilakukan orang tua
1)
Orangtua
harus menjadi model yang baik untuk anak terutama pada masa inilah anak mulai belajar meniru kata-kata yang
didengarnya dan mengucapkan kembali. Mengucapkan kata-kata dan kalimat secara perlahan, jelas dengan
disertai tindakan (agar anak tahu
artinya) dan bahasa tubuh dan ekspresi wajah
harus pas.
2)
Ketika
anak belajar berbicara dengan bahasa yang tidak jelas, ini merupakan waktu orangtua dengan anak untuk saling belajar
memahami. Menjadikan kegiatan
ini sebagai bentuk permainan yang menyenangkan agar anak tidak patah semangat,
namun jika orantua
malas memperhatikan “suaranya” maka anak anda akan merasa bahwa “tidak mungkin
baginya untuk mencoba mengekspresikan keinginannya”.
3)
Kadang-kadang orangtua perlu mengikuti apa yang anak gumamkan, namun orangtua juga perlu
mengucapkan kata secara benar. Jika suatu saat ia berhasil mengucapkan sesuatu
suku kata atau kata dengan benar, orangtua harus memberi pujian yang disertai dengan pelukan, tepuk
tangan.
4)
Jika mengucapkan sebuah kata, orangtua harus menyertai dengan
penjelasan artinya. Penjelasan bisa dilakukan dengan menunjukan gambar,
gerakan, sikap tubuh, atau ekspresi.
d. 1
tahun – 18 bulan
Perkembangan kemampuan bahasa dan bicara
Pada usia setahun, seorang anak akan mampu
mengucapkan dua atau tiga patah kata yang mempunyai makna. Sebenarnya, ia juga
sudah mampu memahami sebuah objek sederhana yang diperlihatkan padanya. Pada
usia 15 bulan, anak mulai bisa mengucapkan dan meniru kata yang sederhana dan
sering didengarnya kemudian mengekspresikannya pada posisi yang tepat. Usia 18
bulan, ia sudah mampu menunjukan objek yang dilihatnya dan yang dijumpainya
setiap hari. Selain itu, Ia juga
mampu menghasilkan kurang lebih 10 kata yang bermakna.
Tindakan yang dapat dilakukan orang tua
1)
Semakin mengenalkan anak dengan berbagai macam suara,
seperti suara mobil, motor, kucing, dsb. Orangtua juga harus memperkenalkan anak pada suara yang sering
didengarnya, seperti pintu terbuka dan tertutup, suara air, benda jatuh, dsb.
2)
Orangtua
harus sering-sering membacakan buku yang sangat sederhana dengan cerita
yang menarik. Menunjukkan objek
yang terlihat di buku, menyebutkan
namanya, apa yang sedang dilakukannya, jalan ceritanya. Dan meminta anak kembali menyebutkan apa yang telah disebutkan, jika ia berhasil,
maka orangtua harus memberinya
pujian.
3)
Orangtua
juga perlu mengenalkan nama-nama benda, warna dan bentuk objek yang
dilihatnya ketika sedang
bersama anak
4)
Orangtua juga bisa
mengenalkan anak pada bilangan,
seperti membilang
benda-benda sederhana yang sering dibuat permainan.
e. 18
bulan – 2 tahun
Perkembangan kemampuan bahasa dan bicara
Pada rentang usia ini, kemampuan bicara anak
semakin tinggi dan kompleks.
Perbendaharaan katanya bisa mencapai 30 kata, dan mulai sering mengutarakan
pertanyaan sederhana, seperti “mana?” dan memberikan jawaban singkat,
seperti “tidak” “di sana.” Pada usia ini, mereka mulai
menggunakan kata-kata yang menunjukan kepemilikan, seperti “punyaku.”
Bagaimanapun juga, sebuah percakapan melinbatkan komunikasi dua belah pihak,
sehingga anak akan juga belajar merespon setelah mendapatkan stimulus. Semakin
hari, ia semakin luwes dalam menggunakan kata dan bahasa sesuai dengan situasi
yang dihadapi. Namun perlu diingat, oleh karena perkembangan koordinasi
motoriknya juga belum terlalu sempurna, kata-kata yang diucapkan masih sering
kabur, misalnya: “balon” menjadi “aon”, “roti” menjadi “oti”
Tindakan yang dapat dilakukan orang tua
1)
Orangtua
mulai mengenalkan anak pada perbendaharaan kata yang menerangkan sifat
atau kualitas, seperti “baik, indah, cantik, dingin, banyak, asin, manis, dan sebagainya”. Caranya, pada
saat anak mengucapkan satu kata tertentu, orangtua menyertai dengan kualitas tersebut, misalnya “anak baik”.
2)
Orangtua
mulai mengenalkan pada
anak kata-kata yang mengenai
keadaan atau peristiwa yang terjadi: sekarang, besok, di sini, nanti, dan lain-lain.
3)
Orangtua
juga bisa mengenalkan kata-kata yang menunjukan tempat: di atas, di
bawah, di samping.
4)
Orangtua
perlu mengingat agar tidak menyetarakan perkembangan anak dengan anak
yang lain karena setiap anak mempunyai hambatan yang berbeda-beda. Jadi, jika
anak kurang lancar berbicara, jangan kemudian orangtua menekannya agar mengoptimalkan
kemampuannya. Keadaan ini akan membuat anak stres.
f. 2
tahun – 3 tahun
Perkembangan kemampuan bahasa dan bicara
Seorang anak mulai menguasai 200-300 kata
dan senang berbicara sendiri (monolog). Sekali waktu, ia akan memperhatikan
kata-kata yang baru didengarnya untuk dipelajari secara diam-diam. Mereka mulai
mendengarkan pesan-pesan, yang penuh makna, yang memerlukan perhatian dengan
penuh minat dan perhatian. Perhatian mereka juga semakin luas dan semakin
bervariasi, mereka juga semakin lancar dalam bercakap-cakap, meski
pengucapannya juga belum sempurna. Anak se usia ini juga semakin tertarik
mendengarkan cerita yang lebih panjang dari kompleks. Jika di ajak
bercakap-cakap, mudah bagi mereka untuk mereka untuk loncat dari satu topik
pembicaraan ke yang lainnya. Selain itu, mereka sudah mampu menggunakan kata
sambung “sama”, misalnya ”ani pergi ke pasar bersama ibu”, untuk menggambarkan
dan menyambung 2 situasi yang berbeda. Pada usia ini mereka juga bisa
menggunakan kata “aku” “saya” dengan baik dan benar. Dengan banyaknya kata-kata
yang mereka pahami, mereka semakin mengerti perbedaan antar yang terjadi masa
lalu, masa kini.
Tindakan yang dapat dilakukan orang tua
1)
Pada usia ini, anak akan lebih senang bercakap-cakap
dengan anak seusianya daripada dengan orang dewasa. Oleh sebab itu, akan baik jika
ia banyak dikenalkan anak-anak seusianya dan dilibatkan pada lingkungan sosial
yang bisa memfasilitasi kemampuan sosial dan cara berkomunikasinya. Salah satu
tujuan orangtua memasukkan nursery school agar anaknya bisa
mengembangkan kemampuan komunikasi sekaligus sosialisasi. Meskipun demikian,
bahasa dan kata-kata yang diucapkan masih bersifat egosentris, namun lama-kelamaan akan bersifat sosial seiring dengan
perkembangan usia dan keluasan jaringan sosialnya.
2)
Orangtua
hendaknya sering menceritakan cerita menarik pada anak, karena
sebenarnya cerita juga merupakan media atau sarana untuk mengekspresikan emosi,
menamakan emosi yang disimpan dalam hati dan belajar berempati. Dari kegiatan
ini pulalah orangtua
tidak hanya belajar berani mengekspresiakn diri secara verbal tetapi juga
belajar perilaku sosial.
3)
Orangtua
hendaknya menceritakan
cerita yang lebih kompleks dan memperkenalkan beberapa kata-kata baru sambil menerangkan artinya
secara terus menerus agar anak
dapat mengingatnya dengan mudah.
g. 3 – 4 tahun
Perkembangan kemampuan bahasa dan bicara
Anak-anak mulai mampu menggunakan kata-kata yang
bersifat perintah, hal ini juga menunjukkan adanya rasa percaya diri yang kuat
dalam menggunakan kata-kata dan menguasai keadaan. Mereka senang sekali mengenali kata-kata
baru dan terus berlatih untuk menguasainya. Mereka menyadari, bahwa dengan
kata-kata mereka bisa mengendalikan situasi seperti yang diinginkan, bisa
mempengaruhi orang lain, dan bisa mengajak teman-temannya.
Tindakan yang dapat dilakukan orang tua
1)
Orangtua
hendaknya menghindari sikap mengoreksi kesalahan pengucapan kata anak
secara langsung, karena itu akan membuatnya malu dan malah bisa mematahkan
semangatnya untuk belajar berusaha. Orangtua bisa mengulangi kata tersebut
secara jelas, seolah-olah
mengkomfirmasikan apa yang dimaksudnya.
2)
Pada usia ini, seorang anak sudah mulai bisa mengerti
penjelasan sederhana. Oleh sebab itu, orangtua bisa mulai mencoba untuk mengajaknya mendiskusikan
soal-soal yang sederhana, dan menanyakan
apa pendapatnya tentang persoalan itu.
3)
Orangtua
hendaknya mulai mengeluarkan kalimat yang panjang dan kompleks, agar ia
muali belajar meningkatkan kemampuannya dalam memahami kalimat.
4)
Anak-anak sangat menyukai kegiatan berbisik, karena hal
itu permainan yang mengasyikkan buat mereka sebagai salah satu cara
mengekspresikan perasaan dan keingintahuan.
5)
Orangtua
hendaknya bercerita
tentang dongeng dan fabel,
yang sebenarnya mencerminkan dunia anak dan memakainya sebagai suatu cara untuk
mengajarkan banyak hal tanpa menyinggung perasaannya. Dengan mendongeng, orangtua dapat mengenalkan
pada anak konsep-konsep
tentang moralitas, nilai-nilai, sikap yang baik dan jahat, keadilan, kebajikan
dan pesan-pesan moral lainnya.
4. Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Perkembangan Bahasa dan Bicara
Menurut Kusmana (2012: 69), kemahiran dalam berbahasa dan
berbicara dipengaruhi oleh faktor intrinsik (dari anak) dan faktor ekstrinsik
(dari lingkungan).
a. Faktor Intrinsik
Yaitu kondisi pembawaan sejak lahir termasuk fisiologi dari organ
yang terlibat dalam kemampuan berbahasa dan berbicara.
b. Faktor Ekstrinsik
Yaitu stimulus yang ada di sekeliling anak terutama perkataan yang
didengar atau ditujukan kepada si anak.
B. GANGGUAN
BAHASA DAN BICARA
1.
Hakikat Gangguan Bahasa dan bicara
Definisi yang dikeluarkan oleh IDEA (The Individuals with Disabilities Education Act) dalam Harras dan
Andika (2009: 111) tentang anak-anak dengan kesulitan bahasa dan bicara adalah
sebagai berikut:
“Anak-anak
termasuk kategori ini apabila mereka mempunyai kelainan komunikav, seperti
gagap, kelainan artikulasi, kelainan bahasa atau kelainan suara, yang secara
nyata berpengaruh terhadap kinerja pendidikan mereka”.
Code menulis bahwa orang sering mengacaukan antara kelainan bicara
dan kelainan bahasa, pada hal dua istilah ini sesungguhnya memiliki makna yang
berbeda. Kelainan bicara merujuk pada masalah dalam produksi ujaran atau masalah
dengan kualitas suara; sedangkan kelainan bahasa biasanya menyangkut hambatan
dalam memahami kata atau ketidakmampuan dalam menggunakan kata-kata yang tidak ada
hubungannya dengan produksi ujaran (Kusmana, 2012: 72).
Hal serupa juga diungkapkan oleh Wulandari (2013: 45) yang
membedakan antara definisi gangguan bahasa dengan gangguan bicara, walaupun
keduanya seringkali tumpang tindih. Gangguan bicara berhubungan dengan kesulitan
menghasilkan bunyi untuk bicara, gangguan artikulasi (fonologi), gangguan dalam
pitch, volume, atau kualitas suara. Sedangkan
gangguan berbahasa ditandai dengan ketidakmampuan anak untuk berdialog
interaktif, memahami pembicaraan pembicaraan orang lain, mengerti dan atau
menggunakan kata-kata dalam konteks yang nyambung
baik verbal maupun nonverbal, menyelesaikan masalah, membaca, dan mengerti apa
yang dibaca, serta mengekspresikan pikirannya melalui kemampuan berbicara atau
menyampaikan lewat bahasa tulisan.
Lebih singkatnya, Bayles & Kaszniak (Kusmana, 2012: 72)
mendefinisikan bahwa perilaku bahasa menyimpang adalah jenis kelainan dan
gangguan pada seseorang untuk melakukan komunikasi secara normal.
Dari beberapa pendapat ahli di atas, maka dapat ditarik benang
merahnya bahwa definisi gangguan bahasa dan gangguan bicara berbeda meskipun
keduanya saling berkaitan. Gangguan bahasa merupakan kelainan kemampuan
reseptif dan produktif (mendengar dan memahami) dan kemampuan ekspresif
(berbicara/menulis) yang dialami oleh seseorang untuk berkomunikasi dengan
orang lain secara normal. Sedangkan gangguan bicara merupakan kelainan
berkomunikasi secara verbal dengan orang lain.
2.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Keterlambatan Bicara
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi
keterlambatan bicara menurut Subyantoro (2012: 58) dan Wulandari (2013: 50)
sebagai berikut.
a. Hambatan
Pendengaran
Hambatan pada pendengaran
berkaitan dengan keterlambatan bicara. Jika si anak mengalami
kesulitan pendengaran, maka dia akan mengalami hambatan pula dalam
memahami, meniru dan menggunakan bahasa. Salah satu
penyebab gangguan pendengaran anak adalah karena adanya infeksi telinga, trauma, atau kelainan bawaan.
b. Hambatan
Perkembangan pada Otak yang Menguasai Kemampuan Oral-Motor
Keterlambatan bicara yang disebabkan adanya
masalah pada area oral-motor di otak
menyebabkan terjadinya ketidakefisienan hubungan di daerah otak yang
bertanggung jawab menghasilkan bicara. Akibatnya, si anak mengalami kesulitan
menggunakan bibir, lidah bahkan rahangnya untuk menghasilkan bunyi kata tertentu.
c. Kelainan
Organ Bicara
Kelainan ini
meliputi lidah pendek, kelainan bentuk gigi dan mandibula (rahang bawah),
kelainan bibir sumbing (palatoschizis/cleft
palate), dan sebagainya.
d. Kelainan
Sentral (Otak)
Gangguan
berbahasa sentral adalah ketidaksanggupan untuk menggabungkan kemampuan
pemecahan masalah dengan kemampuan berbahasa yang selalu lebih rendah. Ia
sering menggunakan mimic untuk menyatakan kehendaknya seperti pada pantomim.
e. Autisme
Autisme
merupakan gangguan perkembangan pervasive pada anak yang ditandai dengan adanya
gangguan dan keterlambatan dalam bidang kognitif, bahasa, perilaku, komunikasi,
dan interaksi sosial.
f. Keturunan
Masalah
keturunan sejauh ini belum banyak diteliti korelasinya dengan etiologi dari
hambatan pendengaran. Namun sejumlah fakta menunjukkan pula bahwa pada beberapa
kasus di mana seorang anak anak mengalami keterlambatan
bicara, ditemukan adanya kasus serupa pada generasi sebelumnya atau pada
keluarganya. Dengan demikian kesimpulan sementara hanya menunjukkan adanya
kemungkinan masalah keturunan sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi.
g. Lingkungan
Berbagai
macam keadaan lingkungan yang dapat mengakibatkan keterlambatan bicara, yaitu:
1)
Lingkungan
yang sepi
Bicara adalah bagian
dari tingkah laku, sehingga keterampilan yang dapat dilakukan adalah dengan
meniru. Bila stimulasi bicara sejak awal kurang, tidak ada yang ditiru, maka
akan menghambat kemampuan bicara dan bahasa pada anak.
2)
Status
ekonomi sosial
Beberapa penelitian
menyebutkan, orangtua dengan profesi guru, dokter, atau ahli hokum mempunyai
anak dengan perkembangan bahasa yang lebih baik dibandingkan anak dengan
orangtua pekerja semi terampil dan tidak terampil.
3)
Teknik
Pengajaran yang salah
Cara dan komunikasi
yang salah pada anak sering menyebabkan keterlambatan perkembanga bahasa dan
bicara anak karena dalam perkembangan mereka terjadi proses meniru dan belajar
dari lingkungan.
4)
Sikap
yang tak menyenangkan dari orang sekitar
Bicara bisa
mengekspresikan kemarahan, ketegangan, kekacauan, dan ketidaksenangan seseorang
sehingga anak akan menghindari untuk berbicara lebih banyak untuk menjauhi
kondisi yang tidak menyenangkan tersebut.
5)
Harapan
berlebihan dari orangtua
Sikap orangtua yang
mempunyai harapan dan keinginan yang berlebihan terhadap anaknya dengan
memberikan latihan dan pendidikan yang berlebihan dengan harapan anaknya
menjadi superior. Anak akan mengalami tekanan yang justru akan menghambat
kemampuan bicaranya.
6)
Anak
kembar
Pada anak kembar
didapatkan perkembangan bahasa yang kurang baik dan lama dibandingkan dengan
anak tunggal. Mereka satu sama lain saling memberikan lingkungan bicara yang
buruk, karena biasanya mempunyai perilaku yang saling meniru. Hal ini
menyebabkan mereka saling meniru pada keadaan kemampuan bicara yang sama-sama
belum bagus.
7)
Anak
bilingual
Pemakaian dua bahasa
kadang juga menjadi penyebab keterlambatan bicara, namun keadaan ini tidak
terlalu mengkhawatirkan. Umumnya anak akan memiliki kemampuan pemakaian dua
bahasa secara mudah dan baik. Menurut Suryawan dalam tulisan Herman (2013) yang
berjudul “Penggunaan Bilingual Bisa Sebabkan Gangguan Bicara Pada Anak”,
pada anak bilingual biasanya mempunyai perbendaharaan yang kurang dibandingkan
anak dengan satu bahasa, kecuali pada anak dengan kecerdasan tinggi .
8)
Faktor
televisi
Sejauh ini, kebanyakan
menonton televisi pada anak usia balita menjadikan anak menjadi pendengar yang
pasif. Pada saat anak menonton televisi, anak akan menjadi pihak yang menerima
tanpa harus mencerna dan memproses informasi yang masuk. Akibatnya, dalam
jangka waktu tertentu yang mana seharusnya otak mendapat banyak stimulasi dari
lingkungan/orangtua untuk kemudian memberikan umpan balik, namun karena yang
lebih banyak memberikan stimulasi adalah televisi, maka sel-sel otak yang
mengurusi masalah bahasa dan bicara akan terhambat perkembangannya.
Penulis lain, Blager BF dalam Goldstein (dalam Kusmana, 2012: 10)
memaparkan sebab-sebab gangguan bicara dan efek pada perkembangan bicara
seperti disajikan dalam tabel berikut:
Tabel
2.1
Sebab-sebab Gangguan dan Efek pada Perkembangan Bicara
|
No.
|
Penyebab
|
Efek pada
Perkembangan Bicara Anak
|
|
1.
|
Lingkungan
a.
Sosial
ekonomi (kurang)
b.
Tekanan
keluarga
c.
Keluarga
bisu
d.
Pemakaian
bahasa bilingual
|
a.
Terlambat
b.
Gagap
c.
Terlambat pemerolehan bahasa
d.
Terlambat pemerolehan struktur bahasa
|
|
2.
|
Emosi
a.
Ibu yang tertekan
b.
Gangguan serius pada orangtua
c.
Gangguan serius pada anak
|
a.
Terlambat pemerolehan bahasa
b.
Terlambat atau gangguan perkembangan bahasa
c.
Terlambat atau gangguan perkembangan bahasa
|
|
3.
|
Masalah
pendengaran
a.
Kongenital
b.
Didapat
|
a.
Terlambat atau gangguan bicara permanen
b.
Terlambat atau gangguan bicara permanen
|
|
4.
|
Perkembangan
terlambat
a.
Perkembangan lambat
b.
Retardasi mental
|
a.
Terlambat bicara
b.
Pasti terlambat bicara
|
|
5.
|
Cacat bawaan
a.
Palatoschiziz
b.
Sindrom
down
|
a.
Terlambat dan gangguan kemampuan bicara
b.
Kemampuan bicara lebih rendah
|
|
6.
|
Kerusakan
Otak
a. Kelainan neoro muscular
b.
Kelainan sensori motor
c.
Palsi selebral
d.
Kelainan persepsi
|
a.
Mempengaruhi kemampuan
menghisap, dan menelan, mengunyah, dan akhirnya timbul gangguan bicara dan
artikulasi seperti disastria
b.
Mempengaruhi kemampuan
menghisap, menelan, akhirnya menimbulkan gangguan artikulasi, seperti
dispraksia
c.
Berpengaruh pada
pernapasan, makan, dan timbul juga masalah artikulasi yang mengakibatkan
disartria dan dispraksia
d.
Kesulitan membedakan
suara, mengerti bahasa, simbolisasi, mengenal konsep, akhirnya menimbulkan kesulitan belajar di
sekolah.
|
3.
Identifikasi Anak dengan Gangguan
Keterlambatan Bicara
Gangguan keterlambatan bicara dapat
diidentifikasi oleh orang-orang terdekat, seperti orangtua, pengasuh, dan guru
di sekolah. Menurut Wulandari (2013: 47), orangtua dan guru harus waspada jika
anak mengalami keterlambatan bicara dengan tanda-tanda sebagai berikut.
a.
Sampai
dengan usia 10 minggu, anak tidak mau tersenyum.
b.
Pada
usia 3 bulan, anak tidak mengeluarkan suara.
c.
Pada
usia 6 bulan, anak tidak mampu memalingkan mata dan kepalanya terhadap suara
yang datang dari belakang atau sampingnya.
d.
Sampai
dengan usia 8 bulan, anak tidak ada perhatian terhadap lingkungan sekitarnya.
e.
Pada
usia 10 bulan, anak tidak memberi reaksi terhadap panggilan namanya sendiri.
f.
Pada
usia 15 bulan, anak tidak berbicara, tidak mengerti, dan memberikan reaksi
terhadap kata-kata jangan, dadah, dan sebagainya.
g.
Pada
usia 18 bulan, anak tidak dapat menyebutkan 10 kata tunggal.
h.
Sampai
usia 20 bulan, anak tidak mengucapkan 3—4 kata.
i.
Pada
usia 21 bulan, anak tidak memberikan reaksi terhadap perintah (misal: duduk,
kemari, berdiri).
j.
Pada
usia 24 bulan, anak tidak dapat menyebutkan bagian-bagian tubuh dan belum mampu
mengetengahkan ungkapan yang terdiri dari 2 kata.
k.
Setelah
usia 24 bulan, anak hanya memiliki perbendaharaan kata yang sangat sedikir atau
tidak memiliki kata-kata huruf z pada frase.
l.
Pada
usia 30 bulan, ucapan anak tidak dapat dimengerti oleh anggota keluarganya.
m.
Pada
usia 36 bulan, anak belum dapat menggunakan kalimat-kalimat sederhana, belum
dapat bertanya dengan menggunakan kalimat tanya sederhana, dan ucapannya tidak
dapat dimengerti oleh orang di luar keluarganya.
n.
Pada
usia 3,5 tahun, anak selalu gagal untuk menyebutkan kata akhir (misalnya: “ca”
untuk cat, “ba” untuk ban, dan lain-lain).
o.
Setelah
usia 4 tahun, anak berbicara dengan tidak lancar (gagap).
p.
Setelah
usia 7 tahun, anak masih suka melakukan kesalahan dalam pengucapan.
q.
Pada
usia berapa saja terdapat hipernasalitas atau hiponasalitas (sengau atau
bindeng) yang nyata atau memiliki suara monoton tanpa berhenti, sangat keras,
tidak dapat didengar, dan secara terus-menerus memperdengarkan suara serak.
Meskipun
tidak dapat disembuhkan, dengan diagnosis dini dan penanganan awal akan dapat
mengatasi kesulitan-kesulitan yang timbul dari kondisi yang dialami anak.
Intervensi dini akan memberikan keadaan yang lebih baik saat anak tumbuh dewasa.
Mengerti dan memahami penanganan gangguan ini akan sangat menolong anak
mengatasi kesulitan yang terjadi serta membantu mereka mencapai potensi yang
optimal.
4.
Jenis-jenis Gangguan Keterlambatan
Bicara
Menurut
Sidharta (dalam Chaer, 2009: 148) gangguan berbahasa itu dibedakan atas tiga
golongan, yaitu: a. gangguan bicara; b. gangguan bahasa; dan c. gangguan
berpikir.
a. Gangguan
Bicara
Berbicara merupakan aktivitas
motorik yang mengandung modalitas psikis. Oleh karena itu, gangguan berbicara
ini dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori, yaitu gangguan mekanisme
berbicara yang berimplikasi pada gangguan organik dan gangguan berbicara
psikogenik.
1)
Gangguan Mekanisme Berbicara
a)
Gangguan Monofaktorial
1)
Gangguan
Akibat Kelainan pada Paru-paru (Pulmonal)
Gangguan berbicara ini dialami oleh
penderita penyakit paru-paru. Kekuatan bernapas sangat kurang sehingga cara
berbicaranya diwarnai oleh naa yang monoton, volume suara yang kecil, dan
terputus-putus.
2)
Gangguan
Akibat Kelainan pada Pita Suara (Laringal)
Gangguan ini menyebabkan suara yang dihasilkan menjadi
serak atau bahkan hilang, meskipun dari segi semantik dan sintaksis bias
diterima.
3) Gangguan Akibat Kelainan pada Lidah
(Lingual)
Pada lidah yang sariawan atau terluka ketika berbicara
maka gerak aktivitas lidah dikurangi karena merasa pedih. Dalam keadaan seperti
pengucapan sejumlah fonem menjadi tidak sempurna. Pada orang yang terkena stroke cara
bicaranya akan terganggu menjadi cadel atau pelo, istilah
medisnya disatria (terganggunya artikulasi).
4)
Gangguan
Akibat Kelainan pada Rongga Mulut Dan Kerongkongan (Resonansi)
Gangguan ini menyebabkan suara yang dihasilkan menjadi
bersengau (bindeng). Misalnya pada orang sumbing, karena rongga mulut dan
rongga hidungyang digunakan untuk berkomunikasi melalui defek di langit-langit
keras (palatum), sehingga resonansi yang seharusnya menjadi terganggu.
b)
Gangguan Akibat Multifaktorial
1)
Berbicara
Serampangan
Berbicara serampangan atau sembrono adalah
berbicara dengan cepat sekali, dengan artikulasi yang rusak, dan menghilangkan
sejumlah suku kata, sehingga sukar dipahami.
2)
Berbicara
Propulsif
Gangguan berbicara propulsive biasanya terdapat pada
penderita penyakit Parkinson (kerusakan pada otak yang menyebabkan
otot menjadi gemetar, kaku, dan lemah). Pada waktu berbicara cirri khas ini
akan tampak pula artikulasi yang sangat terganggu karena elastisitas otot
lidah, otot wajah, dan pita suara, sebagai besar lenyap.
3)
Berbicara
Mutis (Mutisme)
Penderita gangguan mutisme ini tidak berbicara sama
sekali. Mutisme ini sebenarnya bukan hanya tidak dapat berkomunikasi secara
verbal saja, tetapi juga tidak dapat berkomunikasi
secara visual maupun isyarat.
2)
Gangguan Psikogenik
Gangguan berbicara psikogenik disebut sebagai variasi
cara berbicara yang normal, tetapi yang merupakan ungkapan dari gangguan di
bidang mental. Mental cara berbicara sebagian besar ditentukan oleh nada,
intonasi, dan intensitas suara, lafal, dan pilihan kata.
a)
Berbicara
Manja
Berbicara dengan gaya ini karena meminta perhatian
atau diperlakukan seperti anak-anak. Misalnya fonem [s] akan berubah menjadi
[c] pada kata susu.
b)
Berbicara
Kemayu
Berbicara kemayu berkaitan dengan perangai kewanitaan
yang berlebihan. Berbicara keayu dicirikan oleh gerak bibir dan lidah yang
menarik perhatian dan lafal yang dilakukan secara ekstra menonjol atau ekstra
lemah gemulai dan ekstra memanjang.
c)
Berbicara
Gagap (stuttering)
Gagap adalah berbicara yang kacau karena sering
tersendat-sendat, mendadak berhenti, lalu mengulang suku kata pertama dan
kata-kata berikutnya. Penyebab terjadinya kegagapan antara lain: (1) faktor stres dalam
kehidupan; (2) dididik secara keras dan ketat sejak kecil seperti
dibentak-bentak dan tidak diizinkan berargumentasi dan membantah.
d)
Berbicara
Latah
Latah atau disebut juga ekolalla yaitu
perbuatan membeo tau menirukan apa yang dikatakan orang lain, tetapi sebenarnya
latah adalah sindrom yang terdiri atas curah verbal repetitif yang
bersifat jorok (koprolalla).
b. Gangguan
Bahasa
Berbahasa
berarti berkomunikasi dengan menggunakan suatu bahasa. Berikut merupakan jenis
gangguan bahasa menurut Chaer (2009: 157).
1)
Afasia Motorik
a)
Afasia Motorik Kortikal
Hilangnya kemampuan untuk mengutarakan
isi pikiran dengan menggunakan perkataan. Penderita afasia motorik kortikal ini
masih bisa mengerti bahasa lisan dan tulis. Namun, ekspresi verbal tidak bisa
sama sekali; sedangkan ekspresi visual (bahasa tulis dan isyarat) masih bisa
dilakukan.
b)
Afasia Motorik Subkortikal
Penderita afasia motorik subkortikal
tidak dapat mengeluarkan isi pikirannya dengan menggunakan perkataan; tetapi
masih bisa mengeluarkan perkataan dengan cara membeo. Selain itu, pengertian
bahasa verbal dan visual tidak terganggu, dan ekspresi visualpun masih berjalan.
c)
Afasia Motorik Transkortikal/Nominatif
Penderita afasia motorik transkortikal
dapat mengutarakan perkataan yang singkat dan tepat tetapi masih mungkin
menggunakan perkataan subtitusinya. Misalnya untuk mengatakan “pensil” sebagai
jawaban atas tanyaan “Barang yang saya pegang ini namanya apa?” Dia tidak mampu
mengeluarkan perkataan, “Itu, tu, tu, tu, untuk menulis”.
2)
Afasia Sensorik
Hilangnya pengertian bahasa lisan dan
bahasa tulis namun masih memiliki curah verbal (bahasa baru yang tidak dapat
dipahami oleh siapapun) meskipun hal itu tidak dapat dipahami oleh dirinya
sendiri maupun oleh orang lain.
c. Gangguan
Berpikir
5.
Merangsang Kemampuan Bahasa dan Bicara
Anak
Hal-hal yang dapat dilakukan oleh
orangtua atau orang-orang yang terlibat dalam pemberian stimulasi bahasa dan
bicara pada anak menurut Subyantoro (2012: 62) dan Wulandari (2013: 56), yaitu:
a. Menyusui
Selain
mengandung komponen yang baik untuk perkembangan otak, proses menyusui juga
memasukkan unsur-unsur interaksi. Biasanya, seorang ibu menyusui sambil
membelai anaknya dan melakukan kontak mata. Sebaliknya, anak asyik
memperhatikan wajah ibunya. Itu semua adalah dasar komunikasi.
b. Mengajak
Anak Bicara
Semakin
dini orangtua menstimulasi anaknya dengan cara mengajaknya bercakap-cakap dan
menunjukkan sikap yang mendorong munculnya respon dari anak maka anak akan
semakin dini pula tertarik untuk belajar bicara. Tidak hanya itu, kualitas
percakapan dan bicaranya juga akan lebih baik.
c. Membiasakan
Anak Mendengar Suara
Misalnya
melalui kegiatan mendongeng, mendengarkan lagu yang dinyanyikan oleh orangtua
sendiri atau dari kaset, memperdengarkan pembicaraan orang di radio atau
televisi, membacakan buku untuknya, dan sebagainya. Hal ini dimaksudkan agar
anak terbiasa mendengar banyak kosakata bahasa ibu, sehingga lambat laun ia
belajar menirukannya atau mengucapkannya.
d. Memberi
Dukungan atau Respon Positif
Misalnya
memberikan pujian, ciuman, senyuman, pelukan, dan sebagainya ketika anak
berusaha untuk bicara atau merespon sehingga anak merasa senang dan cenderung
mengulanginya.
e. Mengajak
Anak Jalan-jalan
Mengajak
anak jalan-jalan, misalnya dengan mengunjungi taman atau berkunjung ke rumah
kerabat atau tetangga dapat membiasakan anak mendengarkan bagaimana orang lain
bercakap-cakap.
f. Menjadi
Model yang Baik
Menjadi
model yang baik untuk anak terutama pada masa mereka mulai belajar meniru
kata-kata yang didengarnya dan mengucapkan kembali. Mengucapkan kata-kata
secara perlahan, jelas, dengan disertai tindakan, bahasa tubuh, serta ekspresi
wajah yang sesuai.
g. Memeriksakan
ke Dokter
Bila
ada hal-hal yang janggal pada anak, seperti anak tidak merespon setiap kali
diajak bicara, anak belum mampu berbicara pada saat usianya 2 tahun atau anak
tenang saja pada saat didengarkan suara yang mengagetkan, orangtua hendaknya
segera memeriksakan ke dokter atau ahli. Karena hal ini mungkin terjadi akibat
adanya masalah dalam organ pendengaran anak.
6.
Implikasi Gangguan
Keterlambatan Bahasa dan Bicara dalam Proses Pembelajaran di Kelas
Menurut Wulandari (2013: 134), peran guru
yang paling utama adalah menciptakan suatu lingkungan yang mendorong upaya
komunikasi bagi semua siswa. Berikut ini beberapa hal yang dapat dilakukan guru
untuk membantu siswa yang memiliki gangguan bahasa dan bicara, yaitu:
a.
Menyempatkan
untuk berbicara dengan setiap anak setiaph hari tentang sesuatu yang positif.
b.
Selalu
ada—siap sedia. Berada di dekat siswa dari waktu ke waktu untuk menunggu dan
mendengarkan siswa memulai sebuah percakapan. Memberikan perhatian sepenuhnya
kepada siswa ketika siswa mengatakan sesuatu.
c.
Menemukan
cara untuk mendorong kearah diskusi yang positif di antara siswa.
d.
Menjadi
model yang baik dalam berbicara. Memberikan waktu kepada siswa untuk menjawab
persoalan dan tidak terburu-buru agar mereka dapat mencoba mengekspresikan apa
yang ingin mereka ekspresikan.
e.
Menciptakan
atmosfir kelas yang relaks dan tanpa tekanan.
f.
Memberikan
dorongan kepada semua siswa untuk bersikap sopan dan santun ketika berbicara.
g.
Mengulangi
apa yang sudah dikomunikasikan siswa, memberikan informasi tambahan, dan
menunggu siswa untuk melanjutkan.
h.
Memunculkan
kepekaan semua siswa terhadap siswa dengan gangguan bahasa dan bicara.
i.
Mengembangkan
dan menghargai terhadap semua siswa yang mencapai keberhasilan dalam
pengungkapan.
j.
Membina
kerjasama dengan ahli bina bicara.
k.
Membina
kerjasama dengan orangtua.
l.
Membina
kerjasama dengan teman sebaya dalam menciptakan atmosfir kelas.
BAB III
PENUTUP
Simpulan
Kemampuan berbahasa seseorang
dipengaruhi oleh faktor psikis dan faktor fisik. Bila seseorang mengalami
gangguan fisik atau kelainan pada organ-organ artikulasi dan otak atau gangguan
psikis maka dapat dipastikan tidak akan menghasilkan bahasa yang normal karena
bahasa merupakan hasil dari koordinasi fungsi akal pikiran manusia dan
mekanisme fisiologis. Ketika prinsip-prinsip koordinasi antara akal pikiran dan
mekanisme fisiologis tidak berfungsi secara sempurna maka terjadilah gangguan
dalam bahasa.
Rumah sebagai awal perkembangan bahasa
juga menyajikan berbagai macam kasus gangguan bahasa. Kategori utama
penyimpangan bahasa dalam hubungannya dengan lingkungan rumah adalah: gangguan
bahasa yang terbentuk sebagai bagian dari perkembangan normal bahasa anak dan gangguan
bahasa sebagai akibat dari gangguan psychogenic atau physiogenic.
Adanya hambatan dalam perkembangan
bahasa akan membuat anak merasa tidak diterima oleh teman-temannya, tidak
percaya diri dan tidak memiliki keberanian untuk berbuat. Kondisi ini dapat
mempengaruhi perkembangan kepribadian anak dikemudian hari. Sebagai alat
komunikasi, bahasa merupakan sarana yang sangat penting dalam kehidupan anak.
Keterlambatan anak dalam kemampuan
berbahasa dapat dipengaruhi oleh beberapa hal seperti tingkat ekonomi orang
tua, lingkungan, pendidikan orang tua, pola asuh, status gizi, dan pengetahuan
orang tua. Pengetahuan orang tua sangat berperan penting dalam pengembangan
bahasa terhadap anak. Sebelum anak memasuki lingkungan sosial yang lebih luas,
masa bermain dan bersekolah, lingkungan keluarga seharusnya bisa menjadi arena yang
menyenangkan bagi proses perkembangan anak.
DAFTAR PUSTAKA
Chaer, Abdul.
2009. Psikolinguistik: Kajian Teoritik. Jakarta:
Rineka Cipta.
Handayani,
Anik. 2012. “Hubungan Tingkat Pengetahuan Orangtua tentang Stimulasi Verbal
dengan Perkembangan Bahasa pada Anak Prasekolah di TK PGRI 116 Bangetayu Wetan”. Skripsi. Semarang: S-1 Keperawatan
Universitas Muhammadiyah Semarang. Tidak Diterbitkan.
Harras, K. dan Andika, D. 2009. Dasar-dasar Psikolinguistik. Bandung: UPI PRESS kerja sama dengan Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia FPBS.
Herman. 2013. Penggunaan Bilingual Bisa Sebabkan Gangguan
Bicara Pada Anak. http://www.beritasatu.com/anak/155612-penggunaan-bilingual-bisa-sebabkan-gangguan-bicara-pada-anak.html (diundul 5
Maret 2013). n
Hurlock,
Elizabeth. 1980. Psikologi Perkembangan:
Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga.
Kusmana, Ade.
2012. “Perilaku Bahasa Menyimpang pada Peserta Didik”. Jurnal Lentera Pendidikan, Volume. 15 No. 1 Juni 2012 Hal. 69-84.
Subyantoro.
2012. Psikolinguistik: Kajian Teoritis
dan Implementasinya. Semarang: UNNES PRESS.
Tarigan, Henry
Guntur. 2008. Berbicara: Sebagai Suatu
Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.
Wulandari,
Rani. 2013. Teknik Mengajar Siswa dengan
Gangguan Bicara dan Bahasa. Yogyakarta: Imperium.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar